Senin, 13 Februari 2012

Memahami Cara Belajar Si Kecil

 Bagaimana cara si kecil belajar? Perhatikan ia saat berada di lingkungan baru, misal, di pantai. Apakah ia berhenti dan mengobservasi bagaimana rasa pasir pada kakinya atau langsung ke dalam air laut untuk bermain? Atau, misal, ia sedang berada di halaman belakang, apa yang ia lakukan? Mengangkat batu besar dan mencari serangga atau memungut kayu kering untuk dimainkan nanti?

Dari pengamatan akan hal-hal semacam ini, para orangtua bisa melihat pola belajar dan penyerapan informasi anak. Dari sini juga gayanya yang unik di usia dini bisa dipahami agar mempermudah Anda untuk mengajarkan hal-hal baru dan aktivitas lain kepadanya.

Konsep perbedaan cara belajar atau multiple intelligences (8 tipe kecerdasan) sudah sangat dikenal oleh para pendidik. Howard Gardner, profesor dan psikolog dari Harvard yang menemukan teori bahwa setiap anak memiliki kekuatan spesifik lewat cara belajar mereka, memaparkan bahwa ada yang kuat di bidang musik, seni, motorik halus, membaca dan berbicara, konsep matematika, dekat dengan alam, atau bersosialisasi dengan orang lain. Para guru dan orangtua bisa berfokus pada kekuatan-kekuatan tersebut untuk membantu anak belajar sebaik mungkin.

Namun, mengategorikan anak balita dan anak pra sekolah ke salah satu area tersebut berisiko melewatkan kekuatan lain. Balita masih "mengembangkan kemampuan yang mereka butuhkan untuk beradaptasi dengan dunia di sekitar mereka," papar Maurice J Elias, PhD, profesor psikologi keluarga di Rutgers University. Menurut Elias, kategori untuk balita lebih luas. Ada yang menjadi pembelajar aktif, pembelajar yang pendiam, dan anak yang berada di tengah-tengahnya. Berikut penjelasannya:

Pembelajar aktif

Tipe ini sangat sibuk, ingin tahu, dan sangat bersemangat untuk belajar. Tipe ini akan sangat cerewet dan menyerap pengalaman layaknya spons. Ia pun punya kecenderungan aktif secara fisik dengan kemampuan motorik kasar dan halus yang baik. Mengetahui ketertarikannya sangat mudah, ia akan menunjukkannya. Gunakan ketertarikannya itu untuk membantu Anda membangun rencana dalam mengajarkan sesuatu kepadanya. Anak yang langsung bermain ayunan saat melihat ayunan adalah anak yang sulit untuk duduk diam dan mendengarkan Anda membaca cerita. Jadi, adaptasikan pembacaan cerita ke gaya alaminya. Pilih buku yang lebih cocok dengan ketertarikannya dan biarkan ia bergerak saat Anda bercerita.

Pembelajar yang pendiam

Tipe ini memang terkesan tidak terlalu memiliki banyak ketertarikan terhadap dunia sekitarnya. Namun, tak berarti ia tak merasakan apa yang ada di sekitarnya. Ia akan senang jika dibacakan cerita dan bisa jadi memiliki kemampuan berbicara yang kuat. Ia juga tipe yang suka belajar melalui inderanya; lewat sentuhan, pendengaran, atau penglihatan. Untuk membuatnya mengekspresikan ketertarikan serta pikirannya, tanyakan mengenai harinya, dan carilah cara agar ia bisa bergabung dalam aktivitas. Biarkan ia mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk beras sebelum Anda masak.

Di antaranya

Anak yang berada di antara kedua tipe ini memiliki cara belajar yang berbeda. Ia bisa jadi sangat aktif secara fisik, tetapi tetap menyukai ketika dibacakan cerita. Ia bisa pula suka rasa pasir di kakinya seperti rasa debur ombak. Bangun ketertarikannya dengan berbagai cara. Gunakan beragam tipe pesan dan pengalaman. Anak ini lama-kelamaan bisa saja membangun tipe belajar yang spesifik. Namun, ia bisa saja saat ini sedang mencoba berbagai cara dan kesempatan berbeda untuk belajar.

Selain hal-hal yang disebutkan di atas, menurut Elias, temperamen juga memainkan peran dalam cara belajar anak. Misal, anak yang sensitif terhadap stimulan yang kuat, seperti suara kencang, bisa saja tidak merespons baik terhadap pertunjukan langsung yang amat berisik meski pertunjukannya diisi oleh karakter kesukaannya.

Latihan Bersabar Bikin Anak Lebih Cerdas

 Indira hrs menabung utk membeli yg di-ingin-kan


Apa yang Anda lakukan ketika anak merengek meminta sesuatu ? Langsung memenuhinya daripada ia menangis ? Salah. Karena ternyata, perbuatan ini justru berefek negatif pada perkembangan anak. Sebaiknya latih anak untuk bersabar, dan jelaskan kepadanya bahwa semua hal butuh proses.
Selain jadi lebih mengerti kondisi orangtua saat itu, anak juga melatih kesabaran, dan membuat mereka lebih cerdas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bing Nursery School dari Standford University terhadap anak usia 3-4 tahun, anak yang lebih sabar ternyata lebih cerdas.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan pilihan pada anak untuk mendapatkan sebuah marshmallow secara langsung, atau mendapatkan dua buah marshmallow namun mereka harus menunggu selama 3 menit. Hasilnya, anak-anak yang bersedia bersabar untuk menunggu ternyata lebih cerdas, dan mendapatkan poin Scholastic Assessment Test (SAT), 200 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak mau bersabar. Selain mendapatkan skor SAT yang lebih tinggi, anak-anak ini juga memiliki tingkat emosi, dan kehidupan sosial yang lebih matang dan lebih baik.
Selain itu, anak yang sabar juga akan lebih menghargai semua hal yang mereka miliki. Dengan kesabaran anak untuk menanti berbagai hal yang mereka inginkan, secara tak langsung mereka lebih menghargai barang yang sudah mereka peroleh dengan susah payah dan penuh kesabaran.
Sabar, punya banyak manfaat
Untuk hasil maksimal bagi pertumbuhan anak, sebaiknya latih kesabaran anak sejak dini, yaitu sejak bayi. Misalnya, ketika akan menyusui katakan padanya untuk menunggu sebentar karena Anda akan mencuci tangan. Selain menjalin komunikasi intim, ini juga akan membiasakan anak untuk sabar menunggu.
Ketika melatih kesabaran anak, Anda juga bisa melatih banyak hal positif dalam waktu bersamaan dan menyenangkan misalnya,  menabung. Ketika mereka minta dibelikan mainan, ajaklah ia untuk bersabar membelinya dan mulai menabung dalam celengan lucu dengan menyisihkan sedikit uang jajannya untuk membeli mainan itu. Jadi ada tiga manfaat yang bisa diambil sekaligus: sabar, hemat, dan menghargai.

Makan Bersama Eratkan Keakraban Keluarga

Saat ini banyak keluarga yang sudah jarang meluangkan diri untuk makan bersama keluarga. Banyak yang mengganggap remeh kebiasaan ini, dan lebih mementingkan kesibukannya masing-masing. Seringkali kesibukan dan pekerjaan yang dialami keluarga modern menjadi alasan untuk tidak ikut makan bersama. Kebiasaan ini sudah langka, padahal sebenarnya banyak hal yang bisa didapatkan dari kebiasaan makan bersama ini, salah satunya menjalin ikatan emosional antar anggota keluarga. Saat bertemu di meja makan, masing-masing anggota keluarga bisa saling melontarkan obrolan tentang kegiatan harian, rasa masakan yang dimasak, atau hal lainnya yang menyebabkan adanya dialog positif antar anggota keluarga. Selain ngobrol santai, tak jarang momen makan bersama juga menjadi sarana untuk membicarakan berbagai hal serius dalam keluarga, misalnya membahas perilaku anak. Saat makan bisa menjadi sarana yang tepat untuk bicara dari hati ke hati antar keluarga. Namun, meski demikian bukan berarti teguran untuk anak harus dilakukan dengan keras. Adanya rasa rileks karena suasana hati yang santai saat makan membuat otak bisa berpikir dengan jernih sehingga rasa emosional bisa dihilangkan. Inilah seninya makan bersama keluarga, semua hal bisa diungkapkan. Dan pastinya ada momen berharga yang bisa mengakrabkan anggota keluarga satu sama lain, dan membentuk keluarga harmonis. Akan tetapi, ketika sedang makan bersama, rasa makanan juga tetap diperhatikan. Citarasa makanan yang sedap pastinya akan membuat suasana bersantap makin nikmat. Untuk menciptakan makanan yang nikmat dan menjalin keakraban yang lebih dalam, kegiatan masak bersama juga bisa dilakukan. Sekalipun masakan kurang sedap, tetapi jika hidangan dinikmati bersama sambil saling bertukar cerita, pengalaman yang didapat lebih berkesan bukan ? Sebaiknya sesibuk apapun Anda, sempatkan waktu sebentar untuk bisa makan bersama keluarga. Jika tidak sempat menyisihkan waktu untuk makan bersama setiap hari, paling tidak luangkan waktu minimal seminggu dua kali saat weekend.

Manfaat Bermain di Luar Rumah Bagi si Kecil

Saat ini jarang ditemukan anak-anak yang bermain di luar rumah bersama teman-temannya. Padahal ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan si kecil dari bermain bersama ini. Orangtua sebaiknya tidak meremehkan permainan anak-anak, karena permainan itu bisa mengembangkan keterampilan penting yang nantinya diperlukan anak serta mempersiapkan otak anak untuk menerima tantangan ketika dewasa kelak. Namun para ahli perkembangan anak menuturkan bahwa jumlah anak yang bermain bebas selama 3 dekade terakhir telah menyusut, anak-anak cenderung lebih banyak bermain video game di dalam rumah atau menonton televisi. Berikut ini 5 manfaat yang bisa didapatkan si kecil jika ia bermain bebas di luar rumah bersama teman-temannya yaitu :
1. Memiliki perilaku yang lebih baik Studi tahun 2009 yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perilaku lebih baik jika ia memiliki waktu untuk bermain dengan teman-temannya di taman bermain.
2. Mengajarkan toleransi pada anak Studi yang dipublikasikan dalam Early Childhood Education Journal tahun 2007 mengungkapkan bahwa bermain bebas membantu anak memiliki kesadaran atau toleransi terhadap orang lain serta mengatur emosinya. Bermain juga membuat anak mengerti tentang aturan-aturan sosial yang ada.
3. Membuat anak bergerak Berlari-larian atau memanjat mainan membuat anak lebih banyak bergerak dibanding hanya menonton televisi atau bermain komputer. Jika anak-anak sudah terbiasa aktif, maka ia akan menjadi orang dewasa yang aktif, sehingga mengurangi risiko jantung, obesitas dan penyakit lainnya.
4. Belajar sambil bermain Permainan tertentu bisa membuat anak bermain sambil belajar, seperti halnya berhitung. Dengan begitu anak lebih mudah untuk belajar angka atau pertambahan jika permainan yang dilakukan menggunakan skor.
5. Bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak bermain adalah salah satu hal alami yang dibutuhkan oleh anak-anak, yang mana ia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan merasa bebas bereksperimen. Selain itu bermain juga menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan motorik anak.

Kapan Minat Baca Anak Bisa Ditumbuhkan

Membaca memiliki begitu banyak keuntungan bagi perkembangan anak. Tak hanya untuk menambah pengetahuan. Membaca bacaan yang baik bisa melatih otak agar tetap aktif, menjadi lebih analitis, serta membangun sikap serta karakter positif seseorang. Apalagi jika kebiasaan si anak untuk membaca tersebut mulai dikembangkan dengan membaca buku bersama orangtuanya. Beberapa waktu lalu, semakin banyak diajak bercerita, makin banyak manfaat yang digali oleh anak-anak. Beberapa manfaat yang bisa digali oleh anak saat berbagi bercerita adalah :
* Meningkatkan "mental alertness", daya tangkap, kreativitas, dan logika berpikir.
* Meningkatkan wawasan pengetahuan.
* Menanamkan nilai positif, seperti empati, solidaritas, toleransi, dan tolong menolong.
* Membentuk karakter positif.
* Membangun hubungan emosional hangat dengan orangtua (koneksi dengan anak).
Lalu, sejak kapan minat membaca anak bisa ditumbuhkan ? Sejak lahir, anak sudah bisa diajak membaca. Bangun dialog dengan anak sejak lahir dengan cara diajak berkomunikasi dan dibacakan cerita. Anak-anak yang dibacakan cerita dan diajak berkomunikasi bisa memiliki kemampuan verbal yang lebih tinggi dibanding yang didiamkan saja. Bahkan saat anak masih berada dalam kandungan pun bisa diajak berbicara dan dibacakan cerita.

Minggu, 12 Februari 2012

Kiat Ajarkan Anak Menghadapi Teman Nakal

Saat melihat si kecil menangis gara-gara perbuatan temannya, tentu Anda selaku orangtua tak tega melihatnya. Alih-alih memberikan solusi, Anda malah mengatakan pada si anak agar membalas tindakan temannya. Membalas tidak akan menyelesaikan masalah, dan malah menimbulkan problema baru. Jadi, lebih baik ajar si kecil memecahkan sendiri masalah dengan cara yang bijak. Dalam berteman anak belajar mengenal berbagai karakter teman bermainnya. Bukannya tak mungkin, bila balita Anda akhirnya bertemu dengan teman yang seringkali berperilaku kurang baik, misalnya suka memukul, memaki, menjahili teman yang lain, mendorong, dan lain-lain. Bisa saja yang menjadi korban adalah anak kesayangan Anda. Lantas, bagaimana Anda menyiapkan si kecil agar siap dan percaya diri menghadapi kelakuan teman bermainnya itu ? Simak tip bijak berikut ini :
1. Ajar anak berani menegur Pada usia balita yang perlu diperhatikan adalah kemampuan anak mengembangkan verbalisasi terhadap kebutuhan. Misalnya, anak mengadu bahwa temannya suka merebut mainan. Ajarkan padanya agar ia berani mengungkapkan apa yang dia butuhkan. Anda bisa mengatakan, "Bilang sama teman kamu, ini mainanku. Kamu jangan ambil, kita main sama-sama saja." Dengan begitu, anak diajak mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menentukan respons yang tepat. Lain waktu, ia didorong oleh temannya dan menangis mengadu pada Anda. Katakan padanya, "Kalau lain kali didorong, jangan menangis. Tapi bilang sama teman kamu 'aku nggak suka didorong, kalau kamu dorong aku lagi aku nggak mau berteman dengan kamu." Dengan begitu, teman yang mendorong akan tahu bahwa perilakunya tidak diterima oleh kelompoknya.
2. Libatkan orang dewasa Yang paling penting, hindari anak untuk membalas perbuatan temannya secara fisik, misalnya dipukul balas memukul. Atau, membalas dengan cara menyerang secara verbal, seperti dimaki balas memaki. Dikhawatirkan, bila ini terjadi, anak akan belajar menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan. Anak yang menjadi korban perlu membela diri, tapi lakukan dengan cara yang tepat. Anda dapat mengajarkannya kata-kata seperti "Hentikan!", "Jangan!", "Ini milikku!", "Tidak!" dan "Pergilah!" sebagai alternatif memukul. Sehingga, saat temannya merebut mainan yang sedang ia mainkan, ia dapat mengatakan, "Jangan, ini milikku!", bukan malah memukulnya. Jika perbuatan teman si kecil sudah sangat keterlaluan, Anda bisa mengajarkannya untuk melibatkan orang di sekitar yang memiliki pengaruh dalam mengatasi perilaku negatif si teman, misalnya guru, ibu si anak, dan lain-lain. Ajarkan si kecil untuk mengatakan, "Kalau kamu pukul aku lagi, aku akan bilang sama ibu guru." Atau, jika pada saat itu ia melihat ibu temannya ada di dekat kejadian, tak ada salahnya memberitahukan perbuatan si anak. "Tante, tadi Dodi dorong aku keras sekali, aku sampai jatuh." Dengan begitu, si ibu mendapatkan informasi tentang perilaku kurang baik anaknya. Si ibu pun bisa melakukan cross check dengan anaknya dan akhirnya memberi nasihat mana yang baik dan yang benar.
3. Kenalkan berbagai karakter Tak ada orangtua yang ingin anaknya salah berteman. Tapi, menentukan mana teman yang layak dan tidak untuk si anak, bukan tindakan bijaksana. Justru dengan si kecil mengenal berbagai karakter orang, wawasan anak akan menjadi kaya. Karena itu, beri si kecil bekal tentang karakter manusia, misalnya ada yang baik hati, suka menolong, suka mencuri, pembohong, dan lain-lain. Yang perlu dilakukan orangtua ialah mengajari anak bagaimana bersikap terhadap masing-masing karakter. Ini akan membantunya dalam beradaptasi. Dengan demikian, si kecil punya bekal dalam menghadapi berbagai karakter temannya.
4. Awasi anak bermain Selalu dampingi saat si kecil bermain bersama teman-temannya, tapi Anda tak harus selalu berada di dekatnya. Yang penting, Anda dapat dengan mudah mengawasinya. Bila Anda menggunakan jasa pengasuh atau baby sitter, tekankan padanya agar ia mengawasi anak Anda dengan seksama. Jika si kecil mengadu pada Anda perihal teman bermainnya setibanya di rumah, Anda bisa melakukan cek silang dengan pengasuhnya. Hal ini mempermudah Anda menentukan siapa yang benar dan yang salah.
5. Bersikap responsif Jadilah orangtua yang peka dan tanggap terhadap kebutuhan anak. Selalu luangkan waktu untuk berkomunikasi dua arah dengan si kecil. Jika Anda terbiasa berkomunikasi dengannya tentang apa saja sejak dini, maka anak Anda akan terbiasa untuk mengekspresikan kebutuhannya. Jadilah orangtua yang responsif. Tanyakan pada anak hal-hal yang ringan. Misalnya, "Mama lihat kamu senang sekali hari ini, ada apa?" atau, "Kamu kok diam saja, apa ada yang mengganggu?". Dengan begitu, anak akan merasa nyaman dan dihargai. Ia akan terbiasa mengungkapkan perasaannya. Kebiasaan ini akan terbawa pada saat anak bergabung dalam kelompok bermain. Ketika suatu saat ia diganggu temannya, ia akan cukup percaya diri untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya secara jujur.
6. Beri contoh yang baik Anak belajar dengan mencontoh. Bila Anda melarangnya untuk tidak memukul sebagai balasan perilaku yang kurang baik dari teman bermainnya, konsistenlah dengan perkataan Anda. Jika Anda melarangnya memukul, tapi Anda malah memukul tangannya saat melarang sesuatu, maka Anda tak membantu ia melihat apa yang seharusnya ia ketahui dari suatu kebiasaan. Dengan Anda memukulnya, ia belajar bahwa memukul merupakan satu cara agar orang lain mematuhi perintahnya atau memenuhi keinginannya. Berilah contoh yang baik pada anak Anda setiap hari.

7 Cara Atasi Sifat Pemalu Anak

Jika anak Anda benar-benar pemalu, jangan sekali-kali melabelnya, karena akan membuat rasa malu anak semakin menjadi. Ingat, anak akan berperilaku sesuai dengan apa yang dilabelkan. Anda bisa turut andil meminimalkan sifat pemalu pada anak. Sebelumnya, yang perlu orangtua lakukan adalah mencari tahu, apa penyebabnya serta dalam situasi dan kondisi seperti apa anak menjadi pemalu. Apakah hanya ketika di luar rumah, di saat situasi tertentu saja, dan sebagainya. Dengan begitu, orangtua memiliki data akurat sebelum menangangi penyebabnya. Selanjutnya, orangtua bisa melakukan sejumlah cara ini :
1. Ajari anak untuk bersikap, berperilaku, mau pun bertata krama dalam beragam situasi tertentu. Bagaimana ia belajar memulai percakapan dengan menyapa temannya. Misalnya menanyakan kabar, memuji penampilan, atau membagi makanan ringan yang dibawanya. Setelah komunikasi pertama berjalan lancar, anak bisa belajar mengangkat topik yang sedang hangat atau menjadi kesukaan anak.
2. Beri anak pelatihan agar ia terampil bicara di depan orang banyak atau umum, dimulai dengan berbicara di depan cermin, lalu di depan orangtua dan saudaranya di rumah.
3. Ajarkan juga agar ia dapat memimpin dengan memberinya tugas dan tanggung jawab, seperti memimpin doa di kelas.
4. Doronglah ia agar berani dan terbuka saat mengungkapkan unek-unek atas kekesalannya.
5. Orangtua memberikan contoh, bagaimana menjadi pribadi yang percaya diri dan berani, sehingga anak bisa menirunya. Saat berada di restoran, lalu mendapatkan makanan yang tidak sesuai pesanan, misalnya, orangtua berani memanggil pramusaji untuk memintanya menggantinya.
6. Ciptakan lingkungan yang aman bagi anak, sehingga anak tidak merasa cemas atau takut dipersalahkan, ditertawakan, dimarahi, dan sebagainya.
7. Bantu anak membuat dirinya merasa nyaman dengan perasaannya, juga membantu menumbuhkan rasa percaya dirinya dengan berbagai keterampilan. Bila orangtua merasa sudah maksimal namun tetap tak berhasil mengubah sifat pemalu anak, tak ada salahnya meminta bantuan ahli. Dengan begitu, potensi dan kemampuan sosialisasi anak tidak terganggu karena rasa malu yang berlebihan

5 Cara Mengubah Pikiran Negatif Anak

Bagaimana jika anak sudah kadung berpola pikir negative ? Tak ada kata terlambat. Sekalipun tidak mudah, apalagi jika anak sudah beranjak remaja, namun pola pikir negatif tetap bisa diubah. Anda tak perlu khawatir, meski hasil survei terhadap 3.000 anak usia sekolah menunjukkan 80 persen dari mereka berpikiran negatif. Survei ini diadakan Pusat Intelegensia Kesehatan terhadap anak sekolah di Indonesia.
1. Butuh kesadaran dan penerimaan dari orangtua. Coba telusuri, apakah sepanjang pertumbuhan dan perkembangan anak ada faktor yang membuatnya berpikiran negatif. Baik faktor peran orangtua, figur penting lainnya, maupun lingkungan. Bisa saja ada peristiwa tertentu yang memicu terbentknya pola pikir negatif.
2. Ajak anak berbicara tentang dirinya sendiri. Ajak anak menggali kelebihan yang ia miliki, hal-hal yang masih perlu ia tingkatkan lagi, dan apa saja yang bisa ia lakukan untuk menolong orang lain. Cara ini bisa membantu anak menemukan lagi konsep diri sekaligus membentuk persepsi dirinya secara positif. Yakinkan anak bahwa setiap anak itu unik, spesial, dan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak lainnya. Anak usia sekolah dapat diajak bicara demikian.
3. Sampaikan pada anak, ia bisa menjadi yang terbaik versi dirinya sendiri. Contoh, nilai ulangan bahasa Inggris temannya lebih bagus daripada nilai yang diperoleh anak. Namun nilai yang anak peroleh merupakan hasil usaha terbaiknya. Sampaikan pada anak, itulah hasil yang ia capai dengan usahanya sendiri. Jadi, ia juga harus bangga dengan apa yang telah ia raih.
4. Berikan pujian secara tulus pada hal sekecil apapun yang dilakukan. Sekalipun anak hanya mengambilkan barang yang Anda minta, misal, Anda tetap harus mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan atas kebaikannya. Begitu pula jika anak membantu Anda mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pujilah hasil kerjanya itu. Tak hanya itu, saat anak bercerita tentang apa yang ia alami seharian di sekolah, Anda perlu mendengarkan dan memerhatikannya. Hal-hal yang tampak sederhana inilah yang justru menjadi poin terpenting dalam membentuk pola pikir positif. Pasalnya, ketika anak mendapat respons dan tanggapan positif dari orangtua, ia akan merasa disayangi, diperhatikan, dan dihargai. Pada akhirnya, ia tahu bahwa dirinya sangat berharga.
5. Orangtua perlu bersikap konsisten terhadap setiap perilaku dan ucapan. Anak selalu menempatkan orangtua sebagai contoh, role model. Jika orangtua mampu menjadi pribadi yang positif dan punya persepsi diri yang positif pula, anak akan melihat ini sebagai contoh. Bukan berarti orangtua tak boleh mengekspresikan emosi negatifnya. Yang penting, jangan lakukan di depan anak, terlebih jika si anak belum mampu memahaminya. Jadi, seperti halnya ketika ibu dan ayah bertengkar, lakukanlah di tempat tertutup dan tidak di depan anak. Atau, tunjukkan kematangan Anda sebagai orangtua dengan menyikapi emosi negatif secara tenang.

5 Cara Mengatasi Anak yang Terlanjur Manja

Pola asuh orangtua di rumah menentukan kemandirian anak. Anak usia 2-3 tahun sebenarnya sudah bisa dilatih mandiri. Namun tak sedikit balita yang terbiasa melakukan sesuatu dengan bantuan atau "intervensi" pengasuh dan orangtua. Anak selalu dilayani kebutuhannya. Kalau sudah begini, jangan heran jika anak sulit mandiri karena terlanjur serba dilayani. Tapi tenang saja, Anda masih bisa mengubah pola yang sudah terbentuk itu. Berikut cara mengubahnya :
1. Kompak Ajak bicara anak dan orang-orang di lingkungan sekitar, yaitu kakek, nenek, dan pengasuhnya. Tujuannya agar terjadi persamaan perlakuan terhadap anak sehingga apa yang menjadi target tercapai. Semua harus di bawah satu komando, yaitu orangtua, bagaimana metode yang akan ditempuh dalam memandirikan anak.
2. Bersabar Selanjutnya, mulai terapkan program memandirikan anak. Hindari marah bila anak "lama" melakukan sesuatu. Ingat, segala sesuatu butuh proses.
3. Komunikasi Sampaikan apa yang menjadi harapan orangtua. Katakan saja, misalnya "Kakak sudah besar. Jadi, mulai sekarang Kakak bisa mandi sendiri, ya." Berikan arahan dengan nada datar dan pendek, juga tidak cepat karena rentang perhatian anak yang masih singkat. Seperti, "Ya, sekarang buka sepatunya, lalu kaus kakinya, ya. Simpan di rak sepatu." Bisa juga dengan kalimat, "Ayo siapa yang paling cepat memakai sepatu, Ayah atau Kakak?"
4. Konsisten Bila anak bosan, merasa tidak mampu, merasa dipaksa, maka akan gagal program Anda untuk melatih anak mandiri. Katakan kepadanya, "Semua ini kebutuhan kamu. Kalau kamu tidak mau makan sendiri, nanti merasa lapar." Jadi, tetap berikan dukungan, bukan bantuan.
5. Apresiasi Ketika anak berhasil mencapai suatu target kemandirian, berikan reward yang membuat anak merasa bangga dengan dirinya. Anak akan merasa percaya diri dan meyakini bahwa ia mampu melakukan sendiri. Penting diingat, meminta anak melakukan sesuatu bukan berarti Anda tak sayang atau tak mau memerhatikan anak. Orang lain mungkin saja menilai Anda sebagai "Ratu atau Raja Tega", biarkan saja. Toh, Anda melakukannya tanpa kekerasan, ancaman, atau hukuman. Prinsipnya, Anda ingin mengubah paradigma selalu dibantu dan diladeni ini. Yang juga perlu diingat, persaingan di era masa depan sangat ketat. Kalau anak tak mandiri sejak dini, ia tak siap menghadapinya.