Bagaimana menerapkan disiplin yang tepat untuk
menciptakan anak yang kreatif ? Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya, Perkembangan
Anak, ada tiga cara penanaman disiplin di rumah. Pertama disiplin
otoriter, kedua displin permisif, dan ketiga disiplin demokratis. Pola seperti
apa yang paling tepat untuk membentuk anak kreatif ?
1. Disiplin otoriter
Pada disiplin model ini, orangtua memberikan aturan yang harus dipatuhi tanpa
ada penjelasan. Jika tidak, ia akan dihukum. Hukuman juga dianggap cara terbaik
agar anak menjadi taat dan disiplin. Di sisi lain, orangtua kerap mengabaikan
penghargaan bila anak berperilaku positif.
Dampaknya, hubungan antara orangtua dan anak kurang harmonis. Anak takut dan
tertekan, bahkan ia akan kehilangan inisiatifnya untuk berkreasi. Kurangnya
penghargaan juga membuat anak malas berkreasi, alias kreativitasnya mandek.
2. Disiplin permisif
Tipa disiplin seperti ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada
anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai keinginan anak. Tidak ada aturan dan
arahan kepada anak. Orangtua seperti ini juga tidak peduli terhadap perilaku
anaknya sehingga mereka tidak pernah atau tidak mengontrol sikap dan kurang
memberi bimbingan.
Memang kebebasan sesuai dengan konsep kreativitas. Namun, kreativitas tidak
berarti bebas tanpa batas. Jika ini sudah terjadi, anak akan kehilangan
inisiatif dan kreativitasnya. Sebab, di satu sisi anak bereksplorasi sendiri,
tetapi di sisi lain bila tidak diserati dengan penghargaan atas pencapaian
sesuatu, lama-lama anak menjadi malas berkreasi.
3. Disiplin demokratis
Model disiplin yang satu ini menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa
sebuah aturan dibuat, selain anak memperoleh kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya sendiri dan menghilangkan hukuman fisik. Sementara perilaku positif
atau sesuai dengan harapan dihargai, baik dengan pemberian pengakuan sosial
maupun pujian.
Orangtua memberikan kesempatan dan dorongan disertai feedback yang
memadai untuk setiap kreasi yang dibuat oleh anak. Penghargaan yang diterima
membuat anak bersemangat untuk terus mencoba dan memanfaatkan imajinasi yang
dimilikinya. Kreativitasnya pun semakin berkembang.
Batasan yang diterapkan oleh orangtua juga membuat anak memahami, mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan, selain membantu anak memiliki
komitmen terhadap tugas atau hal yang sedang dikerjakannya
Rabu, 14 Maret 2012
Bangkitkan Potensi Anak
Perkembangan
kecerdasan anak yang sangat pesat terjadi sejak anak baru lahir sampai usia lima tahun, sehingga hampir 50 persen potensi kecerdasan anak
sudah terbentuk pada usia empat tahun. Kemudian secara bertahap mencapai 80 persen
pada usia delapan tahun.
Kreativitas anak mulai
meningkat pada usia tiga tahun dan mencapai puncaknya pada usia empat setengah
tahun. Kreativitas anak akan menurun apabila tidak diupayakan perkembangan
potensi kecerdasannya. Data-data ini merupakan hasil penelitian ahli
perkembangan anak dari Universitas Georgia Amerika Serikat, Dr Keith Osborn.
Pakar psikologi anak Dr
Seto Mulyadi yang akrab dipanggil Kak Seto juga pernah menyatakan bahwa usia
balita merupakan masa penting bagi perkembangan potensi seseorang, termasuk
rasa percaya dirinya.
Perkembangan potensi
anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, karena anak akan dengan
cepat menirukan dan belajar dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
Dengan demikian
merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif,
tempat anak tumbuh dengan nyaman, sehingga dapat memancing keluar potensi
dirinya, kecerdasan dan percaya diri. Disamping itu orangtua perlu memahami
tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari
setiap tahap.
Pada masa-masa penting
pertumbuhan tersebut, anak memerlukan asupan makanan bergizi yang cukup,
disertai kasih sayang dan perhatian orangtua. Kesemuanya ini berguna untuk menunjang
pertumbuhan otak dan cara berpikir anak.
Dari hasil penelitian,
ternyata kecerdasan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus
dirangsang. Misal, untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pada seorang anak,
misalnya, maka orangtua harus rajin menjalin percakapan dengan sang anak. Saat
anak masih bayi, tetaplah mengajaknya berbicara dengan suara yang halus, meski
anak belum mengerti.
Menurut pendapat Kak
Seto, anak dapat dirangsang untuk mengembangkan daya imajinasinya, dengan
mendengarkan dongeng dari ibunya. Misalnya, dari dongeng yang didengar, anak
akan membayangkan peri cantik yang baik hati atau kancil yang cerdik. Kemudian
secara tidak langsung anak juga dapat diajak untuk melontarkan gagasannya pada
satu masalah. Orangtua perlu membiasakan melibatkan anak dalam pengambilan
keputusan, khususnya menyangkut kepentingan dirinya sendiri, misalnya
menentukan makanan dan pakaian yang disukai, serta mengajak anak untuk
mengomentari berbagai peristiwa, akan memacu anak untuk terus berpikir
mengembangkan gagasannya.
Sejak usia dini, anak
juga sudah dapat diperkenalkan pada kegiatan membaca dan menulis. Misalnya
dengan cara membuat tulisan nama benda pada karton dan menempelkan tulisan
tersebut pada benda yang dimaksud. Ini dapat merangsang daya ingat anak
terhadap benda tersebut sekaligus memperkenalkan anak akan bentuk huruf dan
tulisan. Untuk memacu kemampuan dasar matematika, anak dapat diperkenalkan pada
konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga,
menghitung panjang meja dengan jengkal si anak, mengukur tinggi dan berat
badannya sendiri.
Kegiatan dalam
mengembangkan potensi kecerdasan anak hendaknya dilakukan dengan cara bermain,
sehingga anak merasakan sebagai kreativitas yang menyenangkan. Jangan sampai
anak merasa dipaksa harus belajar menulis, membaca, dan belajar berhitung.
Orangtua harus dapat menciptakan suasana bermain yang dapat menumbuhkan hasrat
ingin tahu yang besar serta kemampuan logika yang baik. Selain itu, anak harus
dapat perasaannya dengan bebas, seperti rasa marah, sedih, takut, dan kecewa
dalam keadaan wajar. Orangtua harus dapat berperan sebagai teman serta
mendengarkannya, bukan justru semakin menyudutkan sang anak.
Peran orangtua yang
berkualitas dalam mengembangkan kecerdasan dan perkembangan emosi anak secara
bertahap, akan mendorong potensi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang
memiliki kemampuan kecerdasan yang yang tinggi, pengendalian emosi yang baik,
serta kuat mental spiritualnya.
Anak Kreatif Tak Mudah Menyerah
Si kecil perlu memiliki sejumlah karakter yang dapat ditempa
sejak belia dengan bantuan orangtuanya. Pembangunan karakter sejak anak-anak
akan menentukan seperti apa anak kelak. Sejumlah karakter tersebut di
antaranya, berani, rajin, memiliki determinasi yang kuat, fokus pada tujuan,
menikmati apa yang dilakukannya, komitmen, tangguh menghadapi tantangan, dan
kreatif.
Pembangunan karakter pada anak dapat dilakukan melalui berbagai permainan di rumah, selain juga orangtua harus mencontohkan langsung kepada anak. Karakter menunjukkan siapa diri kita. Apa yang biasa dilakukan itu menunjukkan seperti apa kita nantinya.
Salah satu karakter yang memiliki pengaruh kuat dan menjadi bekal bagi anak kelak adalah kreatif. Cerdas belum tentu kreatif, anak yang kreatif punya banyak jalan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Ia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak mudah gagal. Ia juga terbiasa untuk mencari tahu jalan mana yang efektif, efisien, dan cocok setiap kali dihadapkan pada masalah karena kreativitas yang dimilikinya memunculkan banyak ide.
Anak yang kreatif, lanjut Astrid, tidak mudah menyerah. Berbekal ide segar selalu muncul darinya, dan inilah yang membuat anak tak pernah kehabisan akal. Kalau gagal mencoba dengan satu cara ia akan mencari cara lainnya. Karakter seperti ini, jika terasah dalam diri anak sejak belia, akan menjadikannya sebagai pribadi yang optimis, selalu positif melihat kegagalan, dan ia selalu punya cara untuk menyelesaikan masalah dengan cara original yang tak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.
Kalau kepribadian ini terbentuk sejak kecil, saat dewasa nanti anak Anda akan menjadi sosok yang lebih berani dan siap menjawab berbagai tantangan. Karena ia terbiasa melihat setiap masalah yang dihadapinya sebagai tantangan dan selalu tergerak mencari banyak alternatif setiap kali menghadapi masalah.
Untuk membantu anak mengasah karakter seperti ini, Anda dapat mendampingi anak dalam permainan yang melibatkan imajinasi untuk melatih kognitifnya agar ia mampu berpikir dan mencari solusi atas tantangan yang dihadapinya dalam permainan. Berbagai permainan yang membantu anak memelajari emosinya seperti menghadapi rasa takut dan lainnya juga bisa membantu si kecil membentuk karakter positif.
Untuk mendapatkan anak kreatif, orangtua juga harus kreatif. Bagaimana dengan Anda, ide kreatif apa yang muncul di kepala Anda saat ini untuk membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kreatif ?
Pembangunan karakter pada anak dapat dilakukan melalui berbagai permainan di rumah, selain juga orangtua harus mencontohkan langsung kepada anak. Karakter menunjukkan siapa diri kita. Apa yang biasa dilakukan itu menunjukkan seperti apa kita nantinya.
Salah satu karakter yang memiliki pengaruh kuat dan menjadi bekal bagi anak kelak adalah kreatif. Cerdas belum tentu kreatif, anak yang kreatif punya banyak jalan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Ia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak mudah gagal. Ia juga terbiasa untuk mencari tahu jalan mana yang efektif, efisien, dan cocok setiap kali dihadapkan pada masalah karena kreativitas yang dimilikinya memunculkan banyak ide.
Anak yang kreatif, lanjut Astrid, tidak mudah menyerah. Berbekal ide segar selalu muncul darinya, dan inilah yang membuat anak tak pernah kehabisan akal. Kalau gagal mencoba dengan satu cara ia akan mencari cara lainnya. Karakter seperti ini, jika terasah dalam diri anak sejak belia, akan menjadikannya sebagai pribadi yang optimis, selalu positif melihat kegagalan, dan ia selalu punya cara untuk menyelesaikan masalah dengan cara original yang tak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.
Kalau kepribadian ini terbentuk sejak kecil, saat dewasa nanti anak Anda akan menjadi sosok yang lebih berani dan siap menjawab berbagai tantangan. Karena ia terbiasa melihat setiap masalah yang dihadapinya sebagai tantangan dan selalu tergerak mencari banyak alternatif setiap kali menghadapi masalah.
Untuk membantu anak mengasah karakter seperti ini, Anda dapat mendampingi anak dalam permainan yang melibatkan imajinasi untuk melatih kognitifnya agar ia mampu berpikir dan mencari solusi atas tantangan yang dihadapinya dalam permainan. Berbagai permainan yang membantu anak memelajari emosinya seperti menghadapi rasa takut dan lainnya juga bisa membantu si kecil membentuk karakter positif.
Untuk mendapatkan anak kreatif, orangtua juga harus kreatif. Bagaimana dengan Anda, ide kreatif apa yang muncul di kepala Anda saat ini untuk membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kreatif ?
8 Trik Mencetak Anak Berprestasi
1. Ciptakan Kehidupan
Teratur Dalam Keluarga
Rumah tangga yang harmonis, dengan kasih sayang yang rata pada seluruh anggota keluarga sangat mendukung perkembangan kemampuan anak.
Rumah tangga yang harmonis, dengan kasih sayang yang rata pada seluruh anggota keluarga sangat mendukung perkembangan kemampuan anak.
2. Bacakan Cerita
Mendongeng bisa mendorong kemampuan membaca anak dan kosa kata anak serta pengalaman mereka.
Mendongeng bisa mendorong kemampuan membaca anak dan kosa kata anak serta pengalaman mereka.
3. Ciptakan Suasana
Gemar Membaca
Dengan mempunyai kesukaan membaca, anak belajar menyerap pelajaran dan memperluas pengetahuan.
Dengan mempunyai kesukaan membaca, anak belajar menyerap pelajaran dan memperluas pengetahuan.
4. Dampingi Anak Saat
Mengerjakan PR
Mendampingi anak mengerjakan PR adalah saaat yang tepat untuk mengajari mereka cara mengerjakan soal yang baik, bagaimana memahami pertanyaan, mana yang harus dikerjakan dulu dan sebagainya.
Mendampingi anak mengerjakan PR adalah saaat yang tepat untuk mengajari mereka cara mengerjakan soal yang baik, bagaimana memahami pertanyaan, mana yang harus dikerjakan dulu dan sebagainya.
5. Berkolaborasi Dengan
Guru di Sekolah
Menjalin hubungan yang baik dengan guru disekolah punya banyak keuntungan. Diantaranya kita bisa memperoleh informasi perkembangan anak, dan mendorong anak bersikap baik di sekolah.
Menjalin hubungan yang baik dengan guru disekolah punya banyak keuntungan. Diantaranya kita bisa memperoleh informasi perkembangan anak, dan mendorong anak bersikap baik di sekolah.
6. Masukkan Anak ke
sekolah yang baik
Keberhasilan anak di sekolah ditentukan oleh standar keberhasilan di sekolah. Standar yang tinggi bisa memacu anak untuk mencetak prestasi lebih baik. Tapi standar tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik anak.
Keberhasilan anak di sekolah ditentukan oleh standar keberhasilan di sekolah. Standar yang tinggi bisa memacu anak untuk mencetak prestasi lebih baik. Tapi standar tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik anak.
7. Ajari Disiplin
Ajari anak disiplin. Ini sangat penting dengan mengajarkan disiplin mereka mengerti mengatur waktu kapan belajar. Jangan lupa bantu anak untuk berkonsentrasi dan mengingatkan waktu disiplinnya.
Ajari anak disiplin. Ini sangat penting dengan mengajarkan disiplin mereka mengerti mengatur waktu kapan belajar. Jangan lupa bantu anak untuk berkonsentrasi dan mengingatkan waktu disiplinnya.
Senin, 13 Februari 2012
Memahami Cara Belajar Si Kecil
Bagaimana cara si kecil belajar? Perhatikan ia saat berada
di lingkungan baru, misal, di pantai. Apakah ia berhenti dan mengobservasi
bagaimana rasa pasir pada kakinya atau langsung ke dalam air laut untuk
bermain? Atau, misal, ia sedang berada di halaman belakang, apa yang ia
lakukan? Mengangkat batu besar dan mencari serangga atau memungut kayu kering
untuk dimainkan nanti?
Dari pengamatan akan hal-hal semacam ini, para orangtua bisa melihat pola belajar dan penyerapan informasi anak. Dari sini juga gayanya yang unik di usia dini bisa dipahami agar mempermudah Anda untuk mengajarkan hal-hal baru dan aktivitas lain kepadanya.
Konsep perbedaan cara belajar atau multiple intelligences (8 tipe kecerdasan) sudah sangat dikenal oleh para pendidik. Howard Gardner, profesor dan psikolog dari Harvard yang menemukan teori bahwa setiap anak memiliki kekuatan spesifik lewat cara belajar mereka, memaparkan bahwa ada yang kuat di bidang musik, seni, motorik halus, membaca dan berbicara, konsep matematika, dekat dengan alam, atau bersosialisasi dengan orang lain. Para guru dan orangtua bisa berfokus pada kekuatan-kekuatan tersebut untuk membantu anak belajar sebaik mungkin.
Namun, mengategorikan anak balita dan anak pra sekolah ke salah satu area tersebut berisiko melewatkan kekuatan lain. Balita masih "mengembangkan kemampuan yang mereka butuhkan untuk beradaptasi dengan dunia di sekitar mereka," papar Maurice J Elias, PhD, profesor psikologi keluarga di Rutgers University. Menurut Elias, kategori untuk balita lebih luas. Ada yang menjadi pembelajar aktif, pembelajar yang pendiam, dan anak yang berada di tengah-tengahnya. Berikut penjelasannya:
Pembelajar aktif
Tipe ini sangat sibuk, ingin tahu, dan sangat bersemangat untuk belajar. Tipe ini akan sangat cerewet dan menyerap pengalaman layaknya spons. Ia pun punya kecenderungan aktif secara fisik dengan kemampuan motorik kasar dan halus yang baik. Mengetahui ketertarikannya sangat mudah, ia akan menunjukkannya. Gunakan ketertarikannya itu untuk membantu Anda membangun rencana dalam mengajarkan sesuatu kepadanya. Anak yang langsung bermain ayunan saat melihat ayunan adalah anak yang sulit untuk duduk diam dan mendengarkan Anda membaca cerita. Jadi, adaptasikan pembacaan cerita ke gaya alaminya. Pilih buku yang lebih cocok dengan ketertarikannya dan biarkan ia bergerak saat Anda bercerita.
Pembelajar yang pendiam
Tipe ini memang terkesan tidak terlalu memiliki banyak ketertarikan terhadap dunia sekitarnya. Namun, tak berarti ia tak merasakan apa yang ada di sekitarnya. Ia akan senang jika dibacakan cerita dan bisa jadi memiliki kemampuan berbicara yang kuat. Ia juga tipe yang suka belajar melalui inderanya; lewat sentuhan, pendengaran, atau penglihatan. Untuk membuatnya mengekspresikan ketertarikan serta pikirannya, tanyakan mengenai harinya, dan carilah cara agar ia bisa bergabung dalam aktivitas. Biarkan ia mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk beras sebelum Anda masak.
Di antaranya
Anak yang berada di antara kedua tipe ini memiliki cara belajar yang berbeda. Ia bisa jadi sangat aktif secara fisik, tetapi tetap menyukai ketika dibacakan cerita. Ia bisa pula suka rasa pasir di kakinya seperti rasa debur ombak. Bangun ketertarikannya dengan berbagai cara. Gunakan beragam tipe pesan dan pengalaman. Anak ini lama-kelamaan bisa saja membangun tipe belajar yang spesifik. Namun, ia bisa saja saat ini sedang mencoba berbagai cara dan kesempatan berbeda untuk belajar.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, menurut Elias, temperamen juga memainkan peran dalam cara belajar anak. Misal, anak yang sensitif terhadap stimulan yang kuat, seperti suara kencang, bisa saja tidak merespons baik terhadap pertunjukan langsung yang amat berisik meski pertunjukannya diisi oleh karakter kesukaannya.
Dari pengamatan akan hal-hal semacam ini, para orangtua bisa melihat pola belajar dan penyerapan informasi anak. Dari sini juga gayanya yang unik di usia dini bisa dipahami agar mempermudah Anda untuk mengajarkan hal-hal baru dan aktivitas lain kepadanya.
Konsep perbedaan cara belajar atau multiple intelligences (8 tipe kecerdasan) sudah sangat dikenal oleh para pendidik. Howard Gardner, profesor dan psikolog dari Harvard yang menemukan teori bahwa setiap anak memiliki kekuatan spesifik lewat cara belajar mereka, memaparkan bahwa ada yang kuat di bidang musik, seni, motorik halus, membaca dan berbicara, konsep matematika, dekat dengan alam, atau bersosialisasi dengan orang lain. Para guru dan orangtua bisa berfokus pada kekuatan-kekuatan tersebut untuk membantu anak belajar sebaik mungkin.
Namun, mengategorikan anak balita dan anak pra sekolah ke salah satu area tersebut berisiko melewatkan kekuatan lain. Balita masih "mengembangkan kemampuan yang mereka butuhkan untuk beradaptasi dengan dunia di sekitar mereka," papar Maurice J Elias, PhD, profesor psikologi keluarga di Rutgers University. Menurut Elias, kategori untuk balita lebih luas. Ada yang menjadi pembelajar aktif, pembelajar yang pendiam, dan anak yang berada di tengah-tengahnya. Berikut penjelasannya:
Pembelajar aktif
Tipe ini sangat sibuk, ingin tahu, dan sangat bersemangat untuk belajar. Tipe ini akan sangat cerewet dan menyerap pengalaman layaknya spons. Ia pun punya kecenderungan aktif secara fisik dengan kemampuan motorik kasar dan halus yang baik. Mengetahui ketertarikannya sangat mudah, ia akan menunjukkannya. Gunakan ketertarikannya itu untuk membantu Anda membangun rencana dalam mengajarkan sesuatu kepadanya. Anak yang langsung bermain ayunan saat melihat ayunan adalah anak yang sulit untuk duduk diam dan mendengarkan Anda membaca cerita. Jadi, adaptasikan pembacaan cerita ke gaya alaminya. Pilih buku yang lebih cocok dengan ketertarikannya dan biarkan ia bergerak saat Anda bercerita.
Pembelajar yang pendiam
Tipe ini memang terkesan tidak terlalu memiliki banyak ketertarikan terhadap dunia sekitarnya. Namun, tak berarti ia tak merasakan apa yang ada di sekitarnya. Ia akan senang jika dibacakan cerita dan bisa jadi memiliki kemampuan berbicara yang kuat. Ia juga tipe yang suka belajar melalui inderanya; lewat sentuhan, pendengaran, atau penglihatan. Untuk membuatnya mengekspresikan ketertarikan serta pikirannya, tanyakan mengenai harinya, dan carilah cara agar ia bisa bergabung dalam aktivitas. Biarkan ia mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk beras sebelum Anda masak.
Di antaranya
Anak yang berada di antara kedua tipe ini memiliki cara belajar yang berbeda. Ia bisa jadi sangat aktif secara fisik, tetapi tetap menyukai ketika dibacakan cerita. Ia bisa pula suka rasa pasir di kakinya seperti rasa debur ombak. Bangun ketertarikannya dengan berbagai cara. Gunakan beragam tipe pesan dan pengalaman. Anak ini lama-kelamaan bisa saja membangun tipe belajar yang spesifik. Namun, ia bisa saja saat ini sedang mencoba berbagai cara dan kesempatan berbeda untuk belajar.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, menurut Elias, temperamen juga memainkan peran dalam cara belajar anak. Misal, anak yang sensitif terhadap stimulan yang kuat, seperti suara kencang, bisa saja tidak merespons baik terhadap pertunjukan langsung yang amat berisik meski pertunjukannya diisi oleh karakter kesukaannya.
Latihan Bersabar Bikin Anak Lebih Cerdas
Indira hrs menabung utk membeli yg di-ingin-kan
Apa yang Anda lakukan ketika anak merengek meminta sesuatu ? Langsung memenuhinya daripada ia menangis ? Salah. Karena ternyata, perbuatan ini justru berefek negatif pada perkembangan anak. Sebaiknya latih anak untuk bersabar, dan jelaskan kepadanya bahwa semua hal butuh proses.
Selain jadi lebih mengerti kondisi orangtua saat itu, anak juga melatih kesabaran, dan membuat mereka lebih cerdas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bing Nursery School dari Standford University terhadap anak usia 3-4 tahun, anak yang lebih sabar ternyata lebih cerdas.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan pilihan pada anak untuk mendapatkan sebuah marshmallow secara langsung, atau mendapatkan dua buah marshmallow namun mereka harus menunggu selama 3 menit. Hasilnya, anak-anak yang bersedia bersabar untuk menunggu ternyata lebih cerdas, dan mendapatkan poin Scholastic Assessment Test (SAT), 200 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak mau bersabar. Selain mendapatkan skor SAT yang lebih tinggi, anak-anak ini juga memiliki tingkat emosi, dan kehidupan sosial yang lebih matang dan lebih baik.
Selain itu, anak yang sabar juga akan lebih menghargai semua hal yang mereka miliki. Dengan kesabaran anak untuk menanti berbagai hal yang mereka inginkan, secara tak langsung mereka lebih menghargai barang yang sudah mereka peroleh dengan susah payah dan penuh kesabaran.
Sabar, punya banyak manfaat
Untuk hasil maksimal bagi pertumbuhan anak, sebaiknya latih kesabaran anak sejak dini, yaitu sejak bayi. Misalnya, ketika akan menyusui katakan padanya untuk menunggu sebentar karena Anda akan mencuci tangan. Selain menjalin komunikasi intim, ini juga akan membiasakan anak untuk sabar menunggu.
Ketika melatih kesabaran anak, Anda juga bisa melatih banyak hal positif dalam waktu bersamaan dan menyenangkan misalnya, menabung. Ketika mereka minta dibelikan mainan, ajaklah ia untuk bersabar membelinya dan mulai menabung dalam celengan lucu dengan menyisihkan sedikit uang jajannya untuk membeli mainan itu. Jadi ada tiga manfaat yang bisa diambil sekaligus: sabar, hemat, dan menghargai.
Makan Bersama Eratkan Keakraban Keluarga
Saat ini banyak keluarga yang sudah jarang meluangkan diri untuk makan bersama keluarga. Banyak yang mengganggap remeh kebiasaan ini, dan lebih mementingkan kesibukannya masing-masing.
Seringkali kesibukan dan pekerjaan yang dialami keluarga modern menjadi alasan untuk tidak ikut makan bersama. Kebiasaan ini sudah langka, padahal sebenarnya banyak hal yang bisa didapatkan dari kebiasaan makan bersama ini, salah satunya menjalin ikatan emosional antar anggota keluarga. Saat bertemu di meja makan, masing-masing anggota keluarga bisa saling melontarkan obrolan tentang kegiatan harian, rasa masakan yang dimasak, atau hal lainnya yang menyebabkan adanya dialog positif antar anggota keluarga.
Selain ngobrol santai, tak jarang momen makan bersama juga menjadi sarana untuk membicarakan berbagai hal serius dalam keluarga, misalnya membahas perilaku anak. Saat makan bisa menjadi sarana yang tepat untuk bicara dari hati ke hati antar keluarga. Namun, meski demikian bukan berarti teguran untuk anak harus dilakukan dengan keras.
Adanya rasa rileks karena suasana hati yang santai saat makan membuat otak bisa berpikir dengan jernih sehingga rasa emosional bisa dihilangkan. Inilah seninya makan bersama keluarga, semua hal bisa diungkapkan. Dan pastinya ada momen berharga yang bisa mengakrabkan anggota keluarga satu sama lain, dan membentuk keluarga harmonis.
Akan tetapi, ketika sedang makan bersama, rasa makanan juga tetap diperhatikan. Citarasa makanan yang sedap pastinya akan membuat suasana bersantap makin nikmat. Untuk menciptakan makanan yang nikmat dan menjalin keakraban yang lebih dalam, kegiatan masak bersama juga bisa dilakukan. Sekalipun masakan kurang sedap, tetapi jika hidangan dinikmati bersama sambil saling bertukar cerita, pengalaman yang didapat lebih berkesan bukan ?
Sebaiknya sesibuk apapun Anda, sempatkan waktu sebentar untuk bisa makan bersama keluarga. Jika tidak sempat menyisihkan waktu untuk makan bersama setiap hari, paling tidak luangkan waktu minimal seminggu dua kali saat weekend.
Manfaat Bermain di Luar Rumah Bagi si Kecil
Saat ini jarang ditemukan anak-anak yang bermain di luar rumah bersama teman-temannya. Padahal ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan si kecil dari bermain bersama ini.
Orangtua sebaiknya tidak meremehkan permainan anak-anak, karena permainan itu bisa mengembangkan keterampilan penting yang nantinya diperlukan anak serta mempersiapkan otak anak untuk menerima tantangan ketika dewasa kelak.
Namun para ahli perkembangan anak menuturkan bahwa jumlah anak yang bermain bebas selama 3 dekade terakhir telah menyusut, anak-anak cenderung lebih banyak bermain video game di dalam rumah atau menonton televisi.
Berikut ini 5 manfaat yang bisa didapatkan si kecil jika ia bermain bebas di luar rumah bersama teman-temannya yaitu :
1. Memiliki perilaku yang lebih baik Studi tahun 2009 yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perilaku lebih baik jika ia memiliki waktu untuk bermain dengan teman-temannya di taman bermain.
2. Mengajarkan toleransi pada anak Studi yang dipublikasikan dalam Early Childhood Education Journal tahun 2007 mengungkapkan bahwa bermain bebas membantu anak memiliki kesadaran atau toleransi terhadap orang lain serta mengatur emosinya. Bermain juga membuat anak mengerti tentang aturan-aturan sosial yang ada.
3. Membuat anak bergerak Berlari-larian atau memanjat mainan membuat anak lebih banyak bergerak dibanding hanya menonton televisi atau bermain komputer. Jika anak-anak sudah terbiasa aktif, maka ia akan menjadi orang dewasa yang aktif, sehingga mengurangi risiko jantung, obesitas dan penyakit lainnya.
4. Belajar sambil bermain Permainan tertentu bisa membuat anak bermain sambil belajar, seperti halnya berhitung. Dengan begitu anak lebih mudah untuk belajar angka atau pertambahan jika permainan yang dilakukan menggunakan skor.
5. Bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak bermain adalah salah satu hal alami yang dibutuhkan oleh anak-anak, yang mana ia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan merasa bebas bereksperimen. Selain itu bermain juga menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan motorik anak.
1. Memiliki perilaku yang lebih baik Studi tahun 2009 yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perilaku lebih baik jika ia memiliki waktu untuk bermain dengan teman-temannya di taman bermain.
2. Mengajarkan toleransi pada anak Studi yang dipublikasikan dalam Early Childhood Education Journal tahun 2007 mengungkapkan bahwa bermain bebas membantu anak memiliki kesadaran atau toleransi terhadap orang lain serta mengatur emosinya. Bermain juga membuat anak mengerti tentang aturan-aturan sosial yang ada.
3. Membuat anak bergerak Berlari-larian atau memanjat mainan membuat anak lebih banyak bergerak dibanding hanya menonton televisi atau bermain komputer. Jika anak-anak sudah terbiasa aktif, maka ia akan menjadi orang dewasa yang aktif, sehingga mengurangi risiko jantung, obesitas dan penyakit lainnya.
4. Belajar sambil bermain Permainan tertentu bisa membuat anak bermain sambil belajar, seperti halnya berhitung. Dengan begitu anak lebih mudah untuk belajar angka atau pertambahan jika permainan yang dilakukan menggunakan skor.
5. Bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak bermain adalah salah satu hal alami yang dibutuhkan oleh anak-anak, yang mana ia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan merasa bebas bereksperimen. Selain itu bermain juga menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan motorik anak.
Kapan Minat Baca Anak Bisa Ditumbuhkan
Membaca memiliki begitu banyak keuntungan bagi perkembangan anak. Tak hanya untuk menambah pengetahuan. Membaca bacaan yang baik bisa melatih otak agar tetap aktif, menjadi lebih analitis, serta membangun sikap serta karakter positif seseorang. Apalagi jika kebiasaan si anak untuk membaca tersebut mulai dikembangkan dengan membaca buku bersama orangtuanya.
Beberapa waktu lalu, semakin banyak diajak bercerita, makin banyak manfaat yang digali oleh anak-anak. Beberapa manfaat yang bisa digali oleh anak saat berbagi bercerita adalah :
* Meningkatkan "mental alertness", daya tangkap, kreativitas, dan logika berpikir.
* Meningkatkan wawasan pengetahuan.
* Menanamkan nilai positif, seperti empati, solidaritas, toleransi, dan tolong menolong.
* Membentuk karakter positif.
* Membangun hubungan emosional hangat dengan orangtua (koneksi dengan anak).
Lalu, sejak kapan minat membaca anak bisa ditumbuhkan ? Sejak lahir, anak sudah bisa diajak membaca. Bangun dialog dengan anak sejak lahir dengan cara diajak berkomunikasi dan dibacakan cerita. Anak-anak yang dibacakan cerita dan diajak berkomunikasi bisa memiliki kemampuan verbal yang lebih tinggi dibanding yang didiamkan saja. Bahkan saat anak masih berada dalam kandungan pun bisa diajak berbicara dan dibacakan cerita.
* Meningkatkan "mental alertness", daya tangkap, kreativitas, dan logika berpikir.
* Meningkatkan wawasan pengetahuan.
* Menanamkan nilai positif, seperti empati, solidaritas, toleransi, dan tolong menolong.
* Membentuk karakter positif.
* Membangun hubungan emosional hangat dengan orangtua (koneksi dengan anak).
Lalu, sejak kapan minat membaca anak bisa ditumbuhkan ? Sejak lahir, anak sudah bisa diajak membaca. Bangun dialog dengan anak sejak lahir dengan cara diajak berkomunikasi dan dibacakan cerita. Anak-anak yang dibacakan cerita dan diajak berkomunikasi bisa memiliki kemampuan verbal yang lebih tinggi dibanding yang didiamkan saja. Bahkan saat anak masih berada dalam kandungan pun bisa diajak berbicara dan dibacakan cerita.
Minggu, 12 Februari 2012
Kiat Ajarkan Anak Menghadapi Teman Nakal
Saat melihat si kecil menangis gara-gara perbuatan temannya, tentu Anda selaku orangtua tak tega melihatnya. Alih-alih memberikan solusi, Anda malah mengatakan pada si anak agar membalas tindakan temannya.
Membalas tidak akan menyelesaikan masalah, dan malah menimbulkan problema baru. Jadi, lebih baik ajar si kecil memecahkan sendiri masalah dengan cara yang bijak.
Dalam berteman anak belajar mengenal berbagai karakter teman bermainnya. Bukannya tak mungkin, bila balita Anda akhirnya bertemu dengan teman yang seringkali berperilaku kurang baik, misalnya suka memukul, memaki, menjahili teman yang lain, mendorong, dan lain-lain. Bisa saja yang menjadi korban adalah anak kesayangan Anda.
Lantas, bagaimana Anda menyiapkan si kecil agar siap dan percaya diri menghadapi kelakuan teman bermainnya itu ? Simak tip bijak berikut ini :
1. Ajar anak berani menegur Pada usia balita yang perlu diperhatikan adalah kemampuan anak mengembangkan verbalisasi terhadap kebutuhan. Misalnya, anak mengadu bahwa temannya suka merebut mainan. Ajarkan padanya agar ia berani mengungkapkan apa yang dia butuhkan. Anda bisa mengatakan, "Bilang sama teman kamu, ini mainanku. Kamu jangan ambil, kita main sama-sama saja." Dengan begitu, anak diajak mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menentukan respons yang tepat. Lain waktu, ia didorong oleh temannya dan menangis mengadu pada Anda. Katakan padanya, "Kalau lain kali didorong, jangan menangis. Tapi bilang sama teman kamu 'aku nggak suka didorong, kalau kamu dorong aku lagi aku nggak mau berteman dengan kamu." Dengan begitu, teman yang mendorong akan tahu bahwa perilakunya tidak diterima oleh kelompoknya.
2. Libatkan orang dewasa Yang paling penting, hindari anak untuk membalas perbuatan temannya secara fisik, misalnya dipukul balas memukul. Atau, membalas dengan cara menyerang secara verbal, seperti dimaki balas memaki. Dikhawatirkan, bila ini terjadi, anak akan belajar menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan. Anak yang menjadi korban perlu membela diri, tapi lakukan dengan cara yang tepat. Anda dapat mengajarkannya kata-kata seperti "Hentikan!", "Jangan!", "Ini milikku!", "Tidak!" dan "Pergilah!" sebagai alternatif memukul. Sehingga, saat temannya merebut mainan yang sedang ia mainkan, ia dapat mengatakan, "Jangan, ini milikku!", bukan malah memukulnya. Jika perbuatan teman si kecil sudah sangat keterlaluan, Anda bisa mengajarkannya untuk melibatkan orang di sekitar yang memiliki pengaruh dalam mengatasi perilaku negatif si teman, misalnya guru, ibu si anak, dan lain-lain. Ajarkan si kecil untuk mengatakan, "Kalau kamu pukul aku lagi, aku akan bilang sama ibu guru." Atau, jika pada saat itu ia melihat ibu temannya ada di dekat kejadian, tak ada salahnya memberitahukan perbuatan si anak. "Tante, tadi Dodi dorong aku keras sekali, aku sampai jatuh." Dengan begitu, si ibu mendapatkan informasi tentang perilaku kurang baik anaknya. Si ibu pun bisa melakukan cross check dengan anaknya dan akhirnya memberi nasihat mana yang baik dan yang benar.
3. Kenalkan berbagai karakter Tak ada orangtua yang ingin anaknya salah berteman. Tapi, menentukan mana teman yang layak dan tidak untuk si anak, bukan tindakan bijaksana. Justru dengan si kecil mengenal berbagai karakter orang, wawasan anak akan menjadi kaya. Karena itu, beri si kecil bekal tentang karakter manusia, misalnya ada yang baik hati, suka menolong, suka mencuri, pembohong, dan lain-lain. Yang perlu dilakukan orangtua ialah mengajari anak bagaimana bersikap terhadap masing-masing karakter. Ini akan membantunya dalam beradaptasi. Dengan demikian, si kecil punya bekal dalam menghadapi berbagai karakter temannya.
4. Awasi anak bermain Selalu dampingi saat si kecil bermain bersama teman-temannya, tapi Anda tak harus selalu berada di dekatnya. Yang penting, Anda dapat dengan mudah mengawasinya. Bila Anda menggunakan jasa pengasuh atau baby sitter, tekankan padanya agar ia mengawasi anak Anda dengan seksama. Jika si kecil mengadu pada Anda perihal teman bermainnya setibanya di rumah, Anda bisa melakukan cek silang dengan pengasuhnya. Hal ini mempermudah Anda menentukan siapa yang benar dan yang salah.
5. Bersikap responsif Jadilah orangtua yang peka dan tanggap terhadap kebutuhan anak. Selalu luangkan waktu untuk berkomunikasi dua arah dengan si kecil. Jika Anda terbiasa berkomunikasi dengannya tentang apa saja sejak dini, maka anak Anda akan terbiasa untuk mengekspresikan kebutuhannya. Jadilah orangtua yang responsif. Tanyakan pada anak hal-hal yang ringan. Misalnya, "Mama lihat kamu senang sekali hari ini, ada apa?" atau, "Kamu kok diam saja, apa ada yang mengganggu?". Dengan begitu, anak akan merasa nyaman dan dihargai. Ia akan terbiasa mengungkapkan perasaannya. Kebiasaan ini akan terbawa pada saat anak bergabung dalam kelompok bermain. Ketika suatu saat ia diganggu temannya, ia akan cukup percaya diri untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya secara jujur.
6. Beri contoh yang baik Anak belajar dengan mencontoh. Bila Anda melarangnya untuk tidak memukul sebagai balasan perilaku yang kurang baik dari teman bermainnya, konsistenlah dengan perkataan Anda. Jika Anda melarangnya memukul, tapi Anda malah memukul tangannya saat melarang sesuatu, maka Anda tak membantu ia melihat apa yang seharusnya ia ketahui dari suatu kebiasaan. Dengan Anda memukulnya, ia belajar bahwa memukul merupakan satu cara agar orang lain mematuhi perintahnya atau memenuhi keinginannya. Berilah contoh yang baik pada anak Anda setiap hari.
1. Ajar anak berani menegur Pada usia balita yang perlu diperhatikan adalah kemampuan anak mengembangkan verbalisasi terhadap kebutuhan. Misalnya, anak mengadu bahwa temannya suka merebut mainan. Ajarkan padanya agar ia berani mengungkapkan apa yang dia butuhkan. Anda bisa mengatakan, "Bilang sama teman kamu, ini mainanku. Kamu jangan ambil, kita main sama-sama saja." Dengan begitu, anak diajak mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menentukan respons yang tepat. Lain waktu, ia didorong oleh temannya dan menangis mengadu pada Anda. Katakan padanya, "Kalau lain kali didorong, jangan menangis. Tapi bilang sama teman kamu 'aku nggak suka didorong, kalau kamu dorong aku lagi aku nggak mau berteman dengan kamu." Dengan begitu, teman yang mendorong akan tahu bahwa perilakunya tidak diterima oleh kelompoknya.
2. Libatkan orang dewasa Yang paling penting, hindari anak untuk membalas perbuatan temannya secara fisik, misalnya dipukul balas memukul. Atau, membalas dengan cara menyerang secara verbal, seperti dimaki balas memaki. Dikhawatirkan, bila ini terjadi, anak akan belajar menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan. Anak yang menjadi korban perlu membela diri, tapi lakukan dengan cara yang tepat. Anda dapat mengajarkannya kata-kata seperti "Hentikan!", "Jangan!", "Ini milikku!", "Tidak!" dan "Pergilah!" sebagai alternatif memukul. Sehingga, saat temannya merebut mainan yang sedang ia mainkan, ia dapat mengatakan, "Jangan, ini milikku!", bukan malah memukulnya. Jika perbuatan teman si kecil sudah sangat keterlaluan, Anda bisa mengajarkannya untuk melibatkan orang di sekitar yang memiliki pengaruh dalam mengatasi perilaku negatif si teman, misalnya guru, ibu si anak, dan lain-lain. Ajarkan si kecil untuk mengatakan, "Kalau kamu pukul aku lagi, aku akan bilang sama ibu guru." Atau, jika pada saat itu ia melihat ibu temannya ada di dekat kejadian, tak ada salahnya memberitahukan perbuatan si anak. "Tante, tadi Dodi dorong aku keras sekali, aku sampai jatuh." Dengan begitu, si ibu mendapatkan informasi tentang perilaku kurang baik anaknya. Si ibu pun bisa melakukan cross check dengan anaknya dan akhirnya memberi nasihat mana yang baik dan yang benar.
3. Kenalkan berbagai karakter Tak ada orangtua yang ingin anaknya salah berteman. Tapi, menentukan mana teman yang layak dan tidak untuk si anak, bukan tindakan bijaksana. Justru dengan si kecil mengenal berbagai karakter orang, wawasan anak akan menjadi kaya. Karena itu, beri si kecil bekal tentang karakter manusia, misalnya ada yang baik hati, suka menolong, suka mencuri, pembohong, dan lain-lain. Yang perlu dilakukan orangtua ialah mengajari anak bagaimana bersikap terhadap masing-masing karakter. Ini akan membantunya dalam beradaptasi. Dengan demikian, si kecil punya bekal dalam menghadapi berbagai karakter temannya.
4. Awasi anak bermain Selalu dampingi saat si kecil bermain bersama teman-temannya, tapi Anda tak harus selalu berada di dekatnya. Yang penting, Anda dapat dengan mudah mengawasinya. Bila Anda menggunakan jasa pengasuh atau baby sitter, tekankan padanya agar ia mengawasi anak Anda dengan seksama. Jika si kecil mengadu pada Anda perihal teman bermainnya setibanya di rumah, Anda bisa melakukan cek silang dengan pengasuhnya. Hal ini mempermudah Anda menentukan siapa yang benar dan yang salah.
5. Bersikap responsif Jadilah orangtua yang peka dan tanggap terhadap kebutuhan anak. Selalu luangkan waktu untuk berkomunikasi dua arah dengan si kecil. Jika Anda terbiasa berkomunikasi dengannya tentang apa saja sejak dini, maka anak Anda akan terbiasa untuk mengekspresikan kebutuhannya. Jadilah orangtua yang responsif. Tanyakan pada anak hal-hal yang ringan. Misalnya, "Mama lihat kamu senang sekali hari ini, ada apa?" atau, "Kamu kok diam saja, apa ada yang mengganggu?". Dengan begitu, anak akan merasa nyaman dan dihargai. Ia akan terbiasa mengungkapkan perasaannya. Kebiasaan ini akan terbawa pada saat anak bergabung dalam kelompok bermain. Ketika suatu saat ia diganggu temannya, ia akan cukup percaya diri untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya secara jujur.
6. Beri contoh yang baik Anak belajar dengan mencontoh. Bila Anda melarangnya untuk tidak memukul sebagai balasan perilaku yang kurang baik dari teman bermainnya, konsistenlah dengan perkataan Anda. Jika Anda melarangnya memukul, tapi Anda malah memukul tangannya saat melarang sesuatu, maka Anda tak membantu ia melihat apa yang seharusnya ia ketahui dari suatu kebiasaan. Dengan Anda memukulnya, ia belajar bahwa memukul merupakan satu cara agar orang lain mematuhi perintahnya atau memenuhi keinginannya. Berilah contoh yang baik pada anak Anda setiap hari.
7 Cara Atasi Sifat Pemalu Anak
Jika anak Anda benar-benar pemalu, jangan sekali-kali melabelnya, karena akan membuat rasa malu anak semakin menjadi. Ingat, anak akan berperilaku sesuai dengan apa yang dilabelkan. Anda bisa turut andil meminimalkan sifat pemalu pada anak.
Sebelumnya, yang perlu orangtua lakukan adalah mencari tahu, apa penyebabnya serta dalam situasi dan kondisi seperti apa anak menjadi pemalu. Apakah hanya ketika di luar rumah, di saat situasi tertentu saja, dan sebagainya. Dengan begitu, orangtua memiliki data akurat sebelum menangangi penyebabnya.
Selanjutnya, orangtua bisa melakukan sejumlah cara ini :
1. Ajari anak untuk bersikap, berperilaku, mau pun bertata krama dalam beragam situasi tertentu. Bagaimana ia belajar memulai percakapan dengan menyapa temannya. Misalnya menanyakan kabar, memuji penampilan, atau membagi makanan ringan yang dibawanya. Setelah komunikasi pertama berjalan lancar, anak bisa belajar mengangkat topik yang sedang hangat atau menjadi kesukaan anak.
2. Beri anak pelatihan agar ia terampil bicara di depan orang banyak atau umum, dimulai dengan berbicara di depan cermin, lalu di depan orangtua dan saudaranya di rumah.
3. Ajarkan juga agar ia dapat memimpin dengan memberinya tugas dan tanggung jawab, seperti memimpin doa di kelas.
4. Doronglah ia agar berani dan terbuka saat mengungkapkan unek-unek atas kekesalannya.
5. Orangtua memberikan contoh, bagaimana menjadi pribadi yang percaya diri dan berani, sehingga anak bisa menirunya. Saat berada di restoran, lalu mendapatkan makanan yang tidak sesuai pesanan, misalnya, orangtua berani memanggil pramusaji untuk memintanya menggantinya.
6. Ciptakan lingkungan yang aman bagi anak, sehingga anak tidak merasa cemas atau takut dipersalahkan, ditertawakan, dimarahi, dan sebagainya.
7. Bantu anak membuat dirinya merasa nyaman dengan perasaannya, juga membantu menumbuhkan rasa percaya dirinya dengan berbagai keterampilan. Bila orangtua merasa sudah maksimal namun tetap tak berhasil mengubah sifat pemalu anak, tak ada salahnya meminta bantuan ahli. Dengan begitu, potensi dan kemampuan sosialisasi anak tidak terganggu karena rasa malu yang berlebihan
1. Ajari anak untuk bersikap, berperilaku, mau pun bertata krama dalam beragam situasi tertentu. Bagaimana ia belajar memulai percakapan dengan menyapa temannya. Misalnya menanyakan kabar, memuji penampilan, atau membagi makanan ringan yang dibawanya. Setelah komunikasi pertama berjalan lancar, anak bisa belajar mengangkat topik yang sedang hangat atau menjadi kesukaan anak.
2. Beri anak pelatihan agar ia terampil bicara di depan orang banyak atau umum, dimulai dengan berbicara di depan cermin, lalu di depan orangtua dan saudaranya di rumah.
3. Ajarkan juga agar ia dapat memimpin dengan memberinya tugas dan tanggung jawab, seperti memimpin doa di kelas.
4. Doronglah ia agar berani dan terbuka saat mengungkapkan unek-unek atas kekesalannya.
5. Orangtua memberikan contoh, bagaimana menjadi pribadi yang percaya diri dan berani, sehingga anak bisa menirunya. Saat berada di restoran, lalu mendapatkan makanan yang tidak sesuai pesanan, misalnya, orangtua berani memanggil pramusaji untuk memintanya menggantinya.
6. Ciptakan lingkungan yang aman bagi anak, sehingga anak tidak merasa cemas atau takut dipersalahkan, ditertawakan, dimarahi, dan sebagainya.
7. Bantu anak membuat dirinya merasa nyaman dengan perasaannya, juga membantu menumbuhkan rasa percaya dirinya dengan berbagai keterampilan. Bila orangtua merasa sudah maksimal namun tetap tak berhasil mengubah sifat pemalu anak, tak ada salahnya meminta bantuan ahli. Dengan begitu, potensi dan kemampuan sosialisasi anak tidak terganggu karena rasa malu yang berlebihan
5 Cara Mengubah Pikiran Negatif Anak
Bagaimana jika anak sudah kadung berpola pikir negative ? Tak ada kata terlambat. Sekalipun tidak mudah, apalagi jika anak sudah beranjak remaja, namun pola pikir negatif tetap bisa diubah.
Anda tak perlu khawatir, meski hasil survei terhadap 3.000 anak usia sekolah menunjukkan 80 persen dari mereka berpikiran negatif. Survei ini diadakan Pusat Intelegensia Kesehatan terhadap anak sekolah di Indonesia.
1. Butuh kesadaran dan penerimaan dari orangtua. Coba telusuri, apakah sepanjang pertumbuhan dan perkembangan anak ada faktor yang membuatnya berpikiran negatif. Baik faktor peran orangtua, figur penting lainnya, maupun lingkungan. Bisa saja ada peristiwa tertentu yang memicu terbentknya pola pikir negatif.
2. Ajak anak berbicara tentang dirinya sendiri. Ajak anak menggali kelebihan yang ia miliki, hal-hal yang masih perlu ia tingkatkan lagi, dan apa saja yang bisa ia lakukan untuk menolong orang lain. Cara ini bisa membantu anak menemukan lagi konsep diri sekaligus membentuk persepsi dirinya secara positif. Yakinkan anak bahwa setiap anak itu unik, spesial, dan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak lainnya. Anak usia sekolah dapat diajak bicara demikian.
3. Sampaikan pada anak, ia bisa menjadi yang terbaik versi dirinya sendiri. Contoh, nilai ulangan bahasa Inggris temannya lebih bagus daripada nilai yang diperoleh anak. Namun nilai yang anak peroleh merupakan hasil usaha terbaiknya. Sampaikan pada anak, itulah hasil yang ia capai dengan usahanya sendiri. Jadi, ia juga harus bangga dengan apa yang telah ia raih.
4. Berikan pujian secara tulus pada hal sekecil apapun yang dilakukan. Sekalipun anak hanya mengambilkan barang yang Anda minta, misal, Anda tetap harus mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan atas kebaikannya. Begitu pula jika anak membantu Anda mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pujilah hasil kerjanya itu. Tak hanya itu, saat anak bercerita tentang apa yang ia alami seharian di sekolah, Anda perlu mendengarkan dan memerhatikannya. Hal-hal yang tampak sederhana inilah yang justru menjadi poin terpenting dalam membentuk pola pikir positif. Pasalnya, ketika anak mendapat respons dan tanggapan positif dari orangtua, ia akan merasa disayangi, diperhatikan, dan dihargai. Pada akhirnya, ia tahu bahwa dirinya sangat berharga.
5. Orangtua perlu bersikap konsisten terhadap setiap perilaku dan ucapan. Anak selalu menempatkan orangtua sebagai contoh, role model. Jika orangtua mampu menjadi pribadi yang positif dan punya persepsi diri yang positif pula, anak akan melihat ini sebagai contoh. Bukan berarti orangtua tak boleh mengekspresikan emosi negatifnya. Yang penting, jangan lakukan di depan anak, terlebih jika si anak belum mampu memahaminya. Jadi, seperti halnya ketika ibu dan ayah bertengkar, lakukanlah di tempat tertutup dan tidak di depan anak. Atau, tunjukkan kematangan Anda sebagai orangtua dengan menyikapi emosi negatif secara tenang.
1. Butuh kesadaran dan penerimaan dari orangtua. Coba telusuri, apakah sepanjang pertumbuhan dan perkembangan anak ada faktor yang membuatnya berpikiran negatif. Baik faktor peran orangtua, figur penting lainnya, maupun lingkungan. Bisa saja ada peristiwa tertentu yang memicu terbentknya pola pikir negatif.
2. Ajak anak berbicara tentang dirinya sendiri. Ajak anak menggali kelebihan yang ia miliki, hal-hal yang masih perlu ia tingkatkan lagi, dan apa saja yang bisa ia lakukan untuk menolong orang lain. Cara ini bisa membantu anak menemukan lagi konsep diri sekaligus membentuk persepsi dirinya secara positif. Yakinkan anak bahwa setiap anak itu unik, spesial, dan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak lainnya. Anak usia sekolah dapat diajak bicara demikian.
3. Sampaikan pada anak, ia bisa menjadi yang terbaik versi dirinya sendiri. Contoh, nilai ulangan bahasa Inggris temannya lebih bagus daripada nilai yang diperoleh anak. Namun nilai yang anak peroleh merupakan hasil usaha terbaiknya. Sampaikan pada anak, itulah hasil yang ia capai dengan usahanya sendiri. Jadi, ia juga harus bangga dengan apa yang telah ia raih.
4. Berikan pujian secara tulus pada hal sekecil apapun yang dilakukan. Sekalipun anak hanya mengambilkan barang yang Anda minta, misal, Anda tetap harus mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan atas kebaikannya. Begitu pula jika anak membantu Anda mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pujilah hasil kerjanya itu. Tak hanya itu, saat anak bercerita tentang apa yang ia alami seharian di sekolah, Anda perlu mendengarkan dan memerhatikannya. Hal-hal yang tampak sederhana inilah yang justru menjadi poin terpenting dalam membentuk pola pikir positif. Pasalnya, ketika anak mendapat respons dan tanggapan positif dari orangtua, ia akan merasa disayangi, diperhatikan, dan dihargai. Pada akhirnya, ia tahu bahwa dirinya sangat berharga.
5. Orangtua perlu bersikap konsisten terhadap setiap perilaku dan ucapan. Anak selalu menempatkan orangtua sebagai contoh, role model. Jika orangtua mampu menjadi pribadi yang positif dan punya persepsi diri yang positif pula, anak akan melihat ini sebagai contoh. Bukan berarti orangtua tak boleh mengekspresikan emosi negatifnya. Yang penting, jangan lakukan di depan anak, terlebih jika si anak belum mampu memahaminya. Jadi, seperti halnya ketika ibu dan ayah bertengkar, lakukanlah di tempat tertutup dan tidak di depan anak. Atau, tunjukkan kematangan Anda sebagai orangtua dengan menyikapi emosi negatif secara tenang.
5 Cara Mengatasi Anak yang Terlanjur Manja
Pola asuh orangtua di rumah menentukan kemandirian anak. Anak usia 2-3 tahun sebenarnya sudah bisa dilatih mandiri. Namun tak sedikit balita yang terbiasa melakukan sesuatu dengan bantuan atau "intervensi" pengasuh dan orangtua. Anak selalu dilayani kebutuhannya. Kalau sudah begini, jangan heran jika anak sulit mandiri karena terlanjur serba dilayani.
Tapi tenang saja, Anda masih bisa mengubah pola yang sudah terbentuk itu. Berikut cara mengubahnya :
1. Kompak Ajak bicara anak dan orang-orang di lingkungan sekitar, yaitu kakek, nenek, dan pengasuhnya. Tujuannya agar terjadi persamaan perlakuan terhadap anak sehingga apa yang menjadi target tercapai. Semua harus di bawah satu komando, yaitu orangtua, bagaimana metode yang akan ditempuh dalam memandirikan anak.
2. Bersabar Selanjutnya, mulai terapkan program memandirikan anak. Hindari marah bila anak "lama" melakukan sesuatu. Ingat, segala sesuatu butuh proses.
3. Komunikasi Sampaikan apa yang menjadi harapan orangtua. Katakan saja, misalnya "Kakak sudah besar. Jadi, mulai sekarang Kakak bisa mandi sendiri, ya." Berikan arahan dengan nada datar dan pendek, juga tidak cepat karena rentang perhatian anak yang masih singkat. Seperti, "Ya, sekarang buka sepatunya, lalu kaus kakinya, ya. Simpan di rak sepatu." Bisa juga dengan kalimat, "Ayo siapa yang paling cepat memakai sepatu, Ayah atau Kakak?"
4. Konsisten Bila anak bosan, merasa tidak mampu, merasa dipaksa, maka akan gagal program Anda untuk melatih anak mandiri. Katakan kepadanya, "Semua ini kebutuhan kamu. Kalau kamu tidak mau makan sendiri, nanti merasa lapar." Jadi, tetap berikan dukungan, bukan bantuan.
5. Apresiasi Ketika anak berhasil mencapai suatu target kemandirian, berikan reward yang membuat anak merasa bangga dengan dirinya. Anak akan merasa percaya diri dan meyakini bahwa ia mampu melakukan sendiri. Penting diingat, meminta anak melakukan sesuatu bukan berarti Anda tak sayang atau tak mau memerhatikan anak. Orang lain mungkin saja menilai Anda sebagai "Ratu atau Raja Tega", biarkan saja. Toh, Anda melakukannya tanpa kekerasan, ancaman, atau hukuman. Prinsipnya, Anda ingin mengubah paradigma selalu dibantu dan diladeni ini. Yang juga perlu diingat, persaingan di era masa depan sangat ketat. Kalau anak tak mandiri sejak dini, ia tak siap menghadapinya.
1. Kompak Ajak bicara anak dan orang-orang di lingkungan sekitar, yaitu kakek, nenek, dan pengasuhnya. Tujuannya agar terjadi persamaan perlakuan terhadap anak sehingga apa yang menjadi target tercapai. Semua harus di bawah satu komando, yaitu orangtua, bagaimana metode yang akan ditempuh dalam memandirikan anak.
2. Bersabar Selanjutnya, mulai terapkan program memandirikan anak. Hindari marah bila anak "lama" melakukan sesuatu. Ingat, segala sesuatu butuh proses.
3. Komunikasi Sampaikan apa yang menjadi harapan orangtua. Katakan saja, misalnya "Kakak sudah besar. Jadi, mulai sekarang Kakak bisa mandi sendiri, ya." Berikan arahan dengan nada datar dan pendek, juga tidak cepat karena rentang perhatian anak yang masih singkat. Seperti, "Ya, sekarang buka sepatunya, lalu kaus kakinya, ya. Simpan di rak sepatu." Bisa juga dengan kalimat, "Ayo siapa yang paling cepat memakai sepatu, Ayah atau Kakak?"
4. Konsisten Bila anak bosan, merasa tidak mampu, merasa dipaksa, maka akan gagal program Anda untuk melatih anak mandiri. Katakan kepadanya, "Semua ini kebutuhan kamu. Kalau kamu tidak mau makan sendiri, nanti merasa lapar." Jadi, tetap berikan dukungan, bukan bantuan.
5. Apresiasi Ketika anak berhasil mencapai suatu target kemandirian, berikan reward yang membuat anak merasa bangga dengan dirinya. Anak akan merasa percaya diri dan meyakini bahwa ia mampu melakukan sendiri. Penting diingat, meminta anak melakukan sesuatu bukan berarti Anda tak sayang atau tak mau memerhatikan anak. Orang lain mungkin saja menilai Anda sebagai "Ratu atau Raja Tega", biarkan saja. Toh, Anda melakukannya tanpa kekerasan, ancaman, atau hukuman. Prinsipnya, Anda ingin mengubah paradigma selalu dibantu dan diladeni ini. Yang juga perlu diingat, persaingan di era masa depan sangat ketat. Kalau anak tak mandiri sejak dini, ia tak siap menghadapinya.
Minggu, 15 Januari 2012
Anak Merasa Tak Dicintai karena Minim Komunikasi
Cara orangtua memperlakukan anak tertua dengan anak yang lebih muda jelas berbeda. Si kakak dianggap sudah lebih besar dan mengerti perintah orangtua. Sedangkan si kecil, masih perlu didampingi. Cara penanganan berbeda ini wajar saja terjadi karena perbedaan usia. Namun anak-anak takkan sepenuhnya memahami perbedaan ini jika tak dijelaskan oleh orangtuanya. Minimnya komunikasi membuat anak, terutama si kakak, merasa tak lagi diperhatikan oleh ayah atau ibunya.
Psikolog Anna Surti Ariani, Psi, menyarankan orangtua perlu terus belajar teknik komunikasi. Kebiasaan ngobrol perlu dibangun untuk mecegah salah penafsiran atas perlakuan orangtua terhadap anak. Orangtua harus belajar banyak trik untuk menambal minimnya komunikasi di rumah.
Untuk mempelajari teknik komunikasi, berikut sejumlah tipsnya :
Mengungkapkan pikiran dan perasaan
Orangtua bisa belajar teknik komunikasi dengan mulai membiasakan mengungkapkan pikiran dan perasaan. Dengan bersikap terbuka, orangtua bisa leluasa mengungkapkan pikirannya mengenai sesuatu hal kepada anak-anak. Begitupun dengan mengungkapkan perasaan. Tak perlu sungkan mengungkapkan perasaan sayang kepada anak-anak. Anak juga butuh mendengar ungkapan sayang dari orangtuanya.
Jeli mendengarkan
Orangtua perlu mendengarkan kebutuhan anak-anak. Namun jangan hanya mendengar apa yang disampaikan anak-anak. Orangtua juga perlu jeli mendengar kebutuhan anak yang tersirat. Anda tak harus menunggu anak meminta, jika ia merasa butuh pujian dari hasil karya yang dibuatnya sendiri, lalu ditunjukkannya kepada Anda. Kebiasaan mendengarkan akan memudahkan orangtua dalam berkomunikasi lebih baik dengan anak.
Mendorong anak bicara
Komunikasi orangtua-anak yang baik akan terwujud jika terjadi dialog dua arah. Jika Anda mulai terbiasa mengungkapkan perasaan dan pikiran, saatnya menularkan kepada anak-anak. Orangtua perlu mendorong anak untuk berbicara, menyampaikan pikiran dan perasaannya. Selain mencontohkan, orangtua juga bisa memberikan pemahaman kepada anak, bahwa mereka juga perlu mengungkapkan apa yang dirasakannya. Dengan begitu anak terdorong untuk bersuara.
Psikolog Anna Surti Ariani, Psi, menyarankan orangtua perlu terus belajar teknik komunikasi. Kebiasaan ngobrol perlu dibangun untuk mecegah salah penafsiran atas perlakuan orangtua terhadap anak. Orangtua harus belajar banyak trik untuk menambal minimnya komunikasi di rumah.
Untuk mempelajari teknik komunikasi, berikut sejumlah tipsnya :
Mengungkapkan pikiran dan perasaan
Orangtua bisa belajar teknik komunikasi dengan mulai membiasakan mengungkapkan pikiran dan perasaan. Dengan bersikap terbuka, orangtua bisa leluasa mengungkapkan pikirannya mengenai sesuatu hal kepada anak-anak. Begitupun dengan mengungkapkan perasaan. Tak perlu sungkan mengungkapkan perasaan sayang kepada anak-anak. Anak juga butuh mendengar ungkapan sayang dari orangtuanya.
Jeli mendengarkan
Orangtua perlu mendengarkan kebutuhan anak-anak. Namun jangan hanya mendengar apa yang disampaikan anak-anak. Orangtua juga perlu jeli mendengar kebutuhan anak yang tersirat. Anda tak harus menunggu anak meminta, jika ia merasa butuh pujian dari hasil karya yang dibuatnya sendiri, lalu ditunjukkannya kepada Anda. Kebiasaan mendengarkan akan memudahkan orangtua dalam berkomunikasi lebih baik dengan anak.
Mendorong anak bicara
Komunikasi orangtua-anak yang baik akan terwujud jika terjadi dialog dua arah. Jika Anda mulai terbiasa mengungkapkan perasaan dan pikiran, saatnya menularkan kepada anak-anak. Orangtua perlu mendorong anak untuk berbicara, menyampaikan pikiran dan perasaannya. Selain mencontohkan, orangtua juga bisa memberikan pemahaman kepada anak, bahwa mereka juga perlu mengungkapkan apa yang dirasakannya. Dengan begitu anak terdorong untuk bersuara.
Aktivitas yang Menstimulasi Otak Anak Prasekolah
Tak ada yang bisa menjamin anak prasekolah Anda bisa menjadi seseorang yang jenius. Tetapi, aktivitas tertentu untuk anak usia 3-5 tahun bisa membantunya mengoptimalkan fungsi otaknya.
Hingga usia 2 tahun, otak bayi akan berkembang sangat pesat setiap harinya. Perkembangan selama 2 tahun pertama adalah perkembangan berbahasa serta motorik halus tercepat yang pernah ia alami. Namun, memasuki usia 3-5 tahun, perkembangan itu melambat dan cenderung stabil, tetapi otak bekerja dan membangun koneksi dengan bagian-bagian lainnya.
Di usia prasekolah, otak anak sedang belajar membangun kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan bahasa untuk bernegosiasi. Begitu pun, mereka sedang belajar mengkoordinasikan tubuhnya, seperti cara menendang bola sambil mengukur ketepatan arahnya.
Michele Macias, MD, jurubicara American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan, Di usia ini, anak-anak seharusnya berada di luar dan mengeksplorasi banyak hal, serta bersiap untuk tugas terpenting mereka selanjutnya, yakni sekolah.
Menurut Macias, stimulan otak terbaik bagi anak adalah waktu pribadi dengan orangtuanya. Meski di usia ini adalah waktu anak untuk belajar mandiri, tetapi keterikatan anak-orangtua masih ada. Ditambahkan lagi, pertukaran bahasa dan ide adalah pendorong perkembangan otak yang paling penting bagi anak ketimbang menyuruh si anak beraktivitas yang lain. Aktivitas yang bisa Anda lakukan antara lain;
Membaca bersama
Membaca baik untuk memberi waktu berkualitas dengan anak, sekaligus menstimulasi otak anak. Menurut studi, membaca bersama anak bisa membantunya belajar "melek huruf" lebih cepat. Memperkaya kemampuan berbahasa dan diksi, serta memicu diskusi dengan orangtua yang mempercepat pemahaman. Pilihan buku bisa yang bersifat cerita, berhitung, ABC, mencocokkan, dan membagi.
Main pura-pura
Anak pra-sekolah memiliki imajinasi yang besar. Mereka akan sangat suka bermain seakan-akan mereka seorang puteri, pebalet, superhero, dan lainnya. Selain menyenangkan, bermain pura-pura juga bisa mengajak mereka bereksperimen dengan permainan peran.
Permainan imajinatif juga membangun kemampuannya berbahasa, karena hal ini menyangkut berpikir mengenai kata-kata dan mengulangi apa yang mereka dengar. Jadi, ketika ia mengajak Anda bermain pura-pura, jangan langsung menolaknya.
Belajar berteman
Belajar aturan bermain dengan banyak bermain dengan teman akan mendorong kecerdasan sosialnya. Tambahan lagi, berteman juga membantunya melatih kendali diri, berbagi, dan bernegosiasi. Belajar bersosialisasi membuat anak membangun belajar tentang stereotip anak lain. Misal, kesukaan anak yang lebih tua atau anak yang lebih muda, serta perbedaan tingkah anak laki-laki dari anak perempuan.
Anak yang tidak belajar bersosialisasi bisa jadi anak yang sangat pandai dan ber-IQ tinggi, tetapi akan sulit sukses dalam hal kesehatan, tugas sekolah, bahkan pekerjaan.
Games dan puzzle
Permainan tradisional zaman dulu, seperti Petak Umpet, Petak Jongkok, dan lainnya membantu anak belajar kemampuan sosial anak. Anak akan belajar mengambil giliran, serta belajar menerima frustasi karena tidak menang. Mengingat aturan juga melatih otot memori. Permaianan fisik membantu mengasah koordinasi motorik anak.
Sementara permainan semacam puzzle memberinya latihan mencari cara lewat permainan nonverbal dan kemampuan bervisual. Stimulasi ini akan melatih otaknya.
Belajar bahasa asing
Riset menunjukkan, anak usia ini bisa belajar berbahasa lebih cepat ketimbang saat mereka sudah mencapai usia dewasa. Belajar bahasa asing juga memberinya stimulasi pada area otak yang bertanggung jawab untuk menyimpan, memperkirakan, dan mengucapkan kata-kata.
Bahasa kedua juga membantu mengembangkan kemampuan verbal dan spasial, serta diksi dan kemampuan membaca. Ditambah lagi, ia akan belajar mengenai perbedaan kultural.
Kelas khusus usianya
Kelas olahraga untuk anak seusianya bisa membantu membentuk struktur, menciptakan setting sosial, dan membangun kemampuan motorik serta keseimbangan. Serupa dengan itu, musik dan kursus kesenian bisa mendorong kecerdasan artistik atau musikal. Namun, tak ada bukti yang mengatakan bahwa kelas-kelas semacam ini bisa menciptakan anak jenius.
Ikut bermain
Ingatlah akan nilai keuntungan dari bermain bebas. Terlibatlah dalam waktu bermain mereka, tetapi jangan memaksakan kendali Anda, karena justru bisa menghilangkan keuntungannya, khususnya dalam membangun kreativitas, kepemimpinan, dan berkelompok.
Macias juga mengingatkan pentingnya untuk tidak memaksakan si kecil belajar terlalu banyak atau ikut dalam aktivitas atau kelas terlalu banyak, karena bisa membuatnya kelelahan atau frustasi. Apa pun kelas yang Anda pilih, pastikan si kecil menyukainya dan tidak merasa tertekan. Biarkan si kecil menikmati masa kecilnya.
Hingga usia 2 tahun, otak bayi akan berkembang sangat pesat setiap harinya. Perkembangan selama 2 tahun pertama adalah perkembangan berbahasa serta motorik halus tercepat yang pernah ia alami. Namun, memasuki usia 3-5 tahun, perkembangan itu melambat dan cenderung stabil, tetapi otak bekerja dan membangun koneksi dengan bagian-bagian lainnya.
Di usia prasekolah, otak anak sedang belajar membangun kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan bahasa untuk bernegosiasi. Begitu pun, mereka sedang belajar mengkoordinasikan tubuhnya, seperti cara menendang bola sambil mengukur ketepatan arahnya.
Michele Macias, MD, jurubicara American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan, Di usia ini, anak-anak seharusnya berada di luar dan mengeksplorasi banyak hal, serta bersiap untuk tugas terpenting mereka selanjutnya, yakni sekolah.
Menurut Macias, stimulan otak terbaik bagi anak adalah waktu pribadi dengan orangtuanya. Meski di usia ini adalah waktu anak untuk belajar mandiri, tetapi keterikatan anak-orangtua masih ada. Ditambahkan lagi, pertukaran bahasa dan ide adalah pendorong perkembangan otak yang paling penting bagi anak ketimbang menyuruh si anak beraktivitas yang lain. Aktivitas yang bisa Anda lakukan antara lain;
Membaca bersama
Membaca baik untuk memberi waktu berkualitas dengan anak, sekaligus menstimulasi otak anak. Menurut studi, membaca bersama anak bisa membantunya belajar "melek huruf" lebih cepat. Memperkaya kemampuan berbahasa dan diksi, serta memicu diskusi dengan orangtua yang mempercepat pemahaman. Pilihan buku bisa yang bersifat cerita, berhitung, ABC, mencocokkan, dan membagi.
Main pura-pura
Anak pra-sekolah memiliki imajinasi yang besar. Mereka akan sangat suka bermain seakan-akan mereka seorang puteri, pebalet, superhero, dan lainnya. Selain menyenangkan, bermain pura-pura juga bisa mengajak mereka bereksperimen dengan permainan peran.
Permainan imajinatif juga membangun kemampuannya berbahasa, karena hal ini menyangkut berpikir mengenai kata-kata dan mengulangi apa yang mereka dengar. Jadi, ketika ia mengajak Anda bermain pura-pura, jangan langsung menolaknya.
Belajar berteman
Belajar aturan bermain dengan banyak bermain dengan teman akan mendorong kecerdasan sosialnya. Tambahan lagi, berteman juga membantunya melatih kendali diri, berbagi, dan bernegosiasi. Belajar bersosialisasi membuat anak membangun belajar tentang stereotip anak lain. Misal, kesukaan anak yang lebih tua atau anak yang lebih muda, serta perbedaan tingkah anak laki-laki dari anak perempuan.
Anak yang tidak belajar bersosialisasi bisa jadi anak yang sangat pandai dan ber-IQ tinggi, tetapi akan sulit sukses dalam hal kesehatan, tugas sekolah, bahkan pekerjaan.
Games dan puzzle
Permainan tradisional zaman dulu, seperti Petak Umpet, Petak Jongkok, dan lainnya membantu anak belajar kemampuan sosial anak. Anak akan belajar mengambil giliran, serta belajar menerima frustasi karena tidak menang. Mengingat aturan juga melatih otot memori. Permaianan fisik membantu mengasah koordinasi motorik anak.
Sementara permainan semacam puzzle memberinya latihan mencari cara lewat permainan nonverbal dan kemampuan bervisual. Stimulasi ini akan melatih otaknya.
Belajar bahasa asing
Riset menunjukkan, anak usia ini bisa belajar berbahasa lebih cepat ketimbang saat mereka sudah mencapai usia dewasa. Belajar bahasa asing juga memberinya stimulasi pada area otak yang bertanggung jawab untuk menyimpan, memperkirakan, dan mengucapkan kata-kata.
Bahasa kedua juga membantu mengembangkan kemampuan verbal dan spasial, serta diksi dan kemampuan membaca. Ditambah lagi, ia akan belajar mengenai perbedaan kultural.
Kelas khusus usianya
Kelas olahraga untuk anak seusianya bisa membantu membentuk struktur, menciptakan setting sosial, dan membangun kemampuan motorik serta keseimbangan. Serupa dengan itu, musik dan kursus kesenian bisa mendorong kecerdasan artistik atau musikal. Namun, tak ada bukti yang mengatakan bahwa kelas-kelas semacam ini bisa menciptakan anak jenius.
Ikut bermain
Ingatlah akan nilai keuntungan dari bermain bebas. Terlibatlah dalam waktu bermain mereka, tetapi jangan memaksakan kendali Anda, karena justru bisa menghilangkan keuntungannya, khususnya dalam membangun kreativitas, kepemimpinan, dan berkelompok.
Macias juga mengingatkan pentingnya untuk tidak memaksakan si kecil belajar terlalu banyak atau ikut dalam aktivitas atau kelas terlalu banyak, karena bisa membuatnya kelelahan atau frustasi. Apa pun kelas yang Anda pilih, pastikan si kecil menyukainya dan tidak merasa tertekan. Biarkan si kecil menikmati masa kecilnya.
Aktif Bermain Rangsang Otak Anak
Agar makin cerdas, otak bayi harus senantiasa dirangsang. Stimulasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh bagi tumbuh dan berkembangnya otak bayi selain pemberian nutrisi.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk merangsang otak bayi, baik kiri maupun kanan. Bisa dengan mendengar, melihat, merasakan, mengingat, meniru, menyimpan, mengulang dan membiasakan. Intinya hanyalah bermain aktif setiap hari.
Stimulasi sudah bisa dilakukan sejak bayi masih di kandungan, yakni di usia 6 bulan. Saat itu, sang ibu bisa mengajak bicara atau ngobrol si bayi, membelai perut dan menyanyikan lagu-lagu berirama terutama bernada tinggi.
Semuanya itu harus dilakukan ibu dengan senang hati dan tulus. Karena jika ibu merasa tidak nyaman melakukannya, hal ini akan berpengaruh pada kondisi bayi.
Pernah ada seorang ibu merasa tidak nyaman dengan lagu yang didengarkan meskipun lagu itu disarankan untuk bayi (Mozart), tetapi ternyata sang ibu tidak merasa nyaman. Jadi yang penting, sang ibu harus merasa nyaman dulu, menurut Dr. Soedjatmiko, Sp.A.
Metode yang dilakukan beragam bisa dengan mendengar, melihat, merasakan, mengingat, meniru, menyimpan, mengulang dan membiasakan. Cara ini dilakukan untuk merangsang otak kiri dan otak kanan, agar keduanya dapat tumbuh dengan seimbang.
Kemudian pada usia 1 – 3 tahun, orangtua dapat mengajaknya melakukan beberapa aktivitas seperti, mengajak anak bernyanyi, bermain game dan membacakannya cerita pendek untuk memicu imajinasinya, memberikan pensil atau pensil warna untuk melatih menggambar dan menulis, mengajak berbicara dengan normal (jangan berbicara seperti bayi), mendorong ia untuk berpikir rasional misalnya mengajarkan ia tentang bahaya, dan memberikan ia tugas sederhana untuk memicu kemampuannya menghadapi tantangan misalnya meminta ia untuk membantu membersihkan ruang makan dan mainan.
Dalam hal ini, orangtua tidak hanya mampu mendampingi tetapi juga harus mampu menjelaskan. Jika si anak dapat melakukan dengan baik, berikan pujian padanya. Tapi jika ia masih menghadapi kesulitan, jangan pernah sekali-kali untuk melabelkan anak dengan kata-kata kasar seperti, bodoh, tolol atau yang lainnya. Karena ini dapat membuatnya merasa rendah diri.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk merangsang otak bayi, baik kiri maupun kanan. Bisa dengan mendengar, melihat, merasakan, mengingat, meniru, menyimpan, mengulang dan membiasakan. Intinya hanyalah bermain aktif setiap hari.
Stimulasi sudah bisa dilakukan sejak bayi masih di kandungan, yakni di usia 6 bulan. Saat itu, sang ibu bisa mengajak bicara atau ngobrol si bayi, membelai perut dan menyanyikan lagu-lagu berirama terutama bernada tinggi.
Semuanya itu harus dilakukan ibu dengan senang hati dan tulus. Karena jika ibu merasa tidak nyaman melakukannya, hal ini akan berpengaruh pada kondisi bayi.
Pernah ada seorang ibu merasa tidak nyaman dengan lagu yang didengarkan meskipun lagu itu disarankan untuk bayi (Mozart), tetapi ternyata sang ibu tidak merasa nyaman. Jadi yang penting, sang ibu harus merasa nyaman dulu, menurut Dr. Soedjatmiko, Sp.A.
Metode yang dilakukan beragam bisa dengan mendengar, melihat, merasakan, mengingat, meniru, menyimpan, mengulang dan membiasakan. Cara ini dilakukan untuk merangsang otak kiri dan otak kanan, agar keduanya dapat tumbuh dengan seimbang.
Kemudian pada usia 1 – 3 tahun, orangtua dapat mengajaknya melakukan beberapa aktivitas seperti, mengajak anak bernyanyi, bermain game dan membacakannya cerita pendek untuk memicu imajinasinya, memberikan pensil atau pensil warna untuk melatih menggambar dan menulis, mengajak berbicara dengan normal (jangan berbicara seperti bayi), mendorong ia untuk berpikir rasional misalnya mengajarkan ia tentang bahaya, dan memberikan ia tugas sederhana untuk memicu kemampuannya menghadapi tantangan misalnya meminta ia untuk membantu membersihkan ruang makan dan mainan.
Dalam hal ini, orangtua tidak hanya mampu mendampingi tetapi juga harus mampu menjelaskan. Jika si anak dapat melakukan dengan baik, berikan pujian padanya. Tapi jika ia masih menghadapi kesulitan, jangan pernah sekali-kali untuk melabelkan anak dengan kata-kata kasar seperti, bodoh, tolol atau yang lainnya. Karena ini dapat membuatnya merasa rendah diri.
Ajarkan Anak Bicara Baik
Ungkapan “anak-anak adalah peniru yang baik” sebaiknya perlu diperhatikan para orangtua. Terutama pada anak-anak usia di bawah 6 tahun (usia pra sekolah), yang belum paham betul sikap yang ditirunya di lingkungan. Seringkali mereka menirukan perkataan maupun perilaku yang kurang baik, hingga menyakiti orang di sekitarnya. Dan orangtua pun merasa kecewa dengan perilaku anaknya ini.
Menurut Titi P. Natalia, staf pengajar program Magister Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta, ketika menemui anak mengatakan hal kurang baik, orangtua jangan buru-buru menganggapnya nakal dan berperilaku negatif. Sebaiknya tanyakan alasan dan pemahamannya akan perkataan yang baru saja diucapkannya. Anak yang berkata kurang baik belum tentu bermaksud seperti apa yang dikatakannya. Bisa jadi ia sekadar menirukan perkataan orang dewasa, tayangan teve, siaran radio, teman bermain, atau sumber lain, tanpa paham maksud yang sebenarnya.
Jika demikian, jangan mengisolasi anak dari pengaruh buruk lingkungan. Bekali dengan pemahaman dan logika berpikir yang baik, akan lebih efektif dilakukan. Sehingga, sekalipun ia berinteraksi dengan lingkungan yang memberi pengaruh buruk, ia tak akan begitu saja mengikuti dan menjadikannya kebiasaan. Biar bagaimana pun, kita tak bisa mengubah begitu saja lingkungan di sekitar anak. Di mana pun anak bergaul, akan selalu ada anak-anak yang baik dan kurang baik.
Untuk menanamkan perilaku baik kepada anak, tentu harus dimulai dari kebiasaan dalam keluarga. Seperti hubungan ibu dan ayah yang baik, pendidikan moril dan agama yang baik, merupakan modal awal bagi anak untuk punya perilaku dan perkataan yang baik sehari-hari. Tanamkan pemahaman, anak-anak memang sedang dalam proses belajar dan beradaptasi. Sehingga, seburuk apapun perilakunya, selalu masih ada peluang untuk diperbaiki.
Jangan buru-buru menghardik atau memarahi anak yang tiba-tiba mengumpat. Apalagi melarangnya bermain dengan teman yang membuatnya belajar mengumpat. Justru itu akan membuatnya menutup diri dan mengulangnya di lain hari.
Alam bawah sadar
Jika si kecil bicara kurang baik, sebaiknya orangtua segera memanggil dan bertanya dengan lembut, “Sayang, kamu tadi bicara apa, sih?” Selanjutnya klarifikasi apakah ia benar-benar paham arti kata yang diucapkannya atau tidak. Biarkan ia mengungkapkan pemahaman yang dimiliki atas perkataan itu. Jika ia tak paham, beri penjelasan dan alasannya mengapa itu tak baik diucapkan. Lalu, akhiri dengan, “Kalau begitu, lain kali jangan diucapkan, ya!” Yang penting, jangan bosan-bosan mengingatkan anak. Menanamkan perilaku positif juga bisa dilakukan lewat alam bawah sadar anak. Misalnya, saat ia tidur bisikkan, “Adik nanti bicara yang baik, ya!” Atau, “Adik pasti bisa bicara manis, kan?”
Ulangi terus kebiasaan ini setiap hari. Jika sudah terekam baik di alam bawah sadarnya, ia akan mengubah perilakunya secara bertahap menjadi lebih baik. Alam bawah sadar ini memang lebih banyak jadi pengontrol perilaku sehari-hari.
Jika anak suka membantah saat dinasihati, ada baiknya orangtua mengintrospeksi pola komunikasi dengan anak yang selama ini diterapkan. Anak yang suka membantah bukan karakter dasar anak. Kondisi itu tercipta dari perlakuan yang diberikan orang dewasa terhadapnya. Perlakuan yang kerap mengabaikan, menghakimi, menyalahkan anak, dan lainnya inilah yang memicu anak jadi pembantah. Sehingga, sebelum disalahkan, ia memilih membantah terlebih dulu.
Bila orangtua menganggap tak punya masalah dengan perilaku itu, bisa jadi hal ini dilakukan orang dewasa lain yang ikut andil dalam pengasuhan anak. Cari tahu dan beritahu orang lain di rumah yang ikut berinteraksi dengan anak tentang cara menasehati si kecil dengan baik.
Yang penting, beri contoh baik kepada anak dengan perilaku terpuji sehari-hari. Sesekali ajak anak bersedekah, membantu orang kurang mampu, memperhatikan anak yang nasibnya kurang beruntung. Ini akan memperkaya jiwa empati dan membuat anak punya rasa toleransi lebih besar kepada sesamanya.
Menurut Titi P. Natalia, staf pengajar program Magister Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta, ketika menemui anak mengatakan hal kurang baik, orangtua jangan buru-buru menganggapnya nakal dan berperilaku negatif. Sebaiknya tanyakan alasan dan pemahamannya akan perkataan yang baru saja diucapkannya. Anak yang berkata kurang baik belum tentu bermaksud seperti apa yang dikatakannya. Bisa jadi ia sekadar menirukan perkataan orang dewasa, tayangan teve, siaran radio, teman bermain, atau sumber lain, tanpa paham maksud yang sebenarnya.
Jika demikian, jangan mengisolasi anak dari pengaruh buruk lingkungan. Bekali dengan pemahaman dan logika berpikir yang baik, akan lebih efektif dilakukan. Sehingga, sekalipun ia berinteraksi dengan lingkungan yang memberi pengaruh buruk, ia tak akan begitu saja mengikuti dan menjadikannya kebiasaan. Biar bagaimana pun, kita tak bisa mengubah begitu saja lingkungan di sekitar anak. Di mana pun anak bergaul, akan selalu ada anak-anak yang baik dan kurang baik.
Untuk menanamkan perilaku baik kepada anak, tentu harus dimulai dari kebiasaan dalam keluarga. Seperti hubungan ibu dan ayah yang baik, pendidikan moril dan agama yang baik, merupakan modal awal bagi anak untuk punya perilaku dan perkataan yang baik sehari-hari. Tanamkan pemahaman, anak-anak memang sedang dalam proses belajar dan beradaptasi. Sehingga, seburuk apapun perilakunya, selalu masih ada peluang untuk diperbaiki.
Jangan buru-buru menghardik atau memarahi anak yang tiba-tiba mengumpat. Apalagi melarangnya bermain dengan teman yang membuatnya belajar mengumpat. Justru itu akan membuatnya menutup diri dan mengulangnya di lain hari.
Alam bawah sadar
Jika si kecil bicara kurang baik, sebaiknya orangtua segera memanggil dan bertanya dengan lembut, “Sayang, kamu tadi bicara apa, sih?” Selanjutnya klarifikasi apakah ia benar-benar paham arti kata yang diucapkannya atau tidak. Biarkan ia mengungkapkan pemahaman yang dimiliki atas perkataan itu. Jika ia tak paham, beri penjelasan dan alasannya mengapa itu tak baik diucapkan. Lalu, akhiri dengan, “Kalau begitu, lain kali jangan diucapkan, ya!” Yang penting, jangan bosan-bosan mengingatkan anak. Menanamkan perilaku positif juga bisa dilakukan lewat alam bawah sadar anak. Misalnya, saat ia tidur bisikkan, “Adik nanti bicara yang baik, ya!” Atau, “Adik pasti bisa bicara manis, kan?”
Ulangi terus kebiasaan ini setiap hari. Jika sudah terekam baik di alam bawah sadarnya, ia akan mengubah perilakunya secara bertahap menjadi lebih baik. Alam bawah sadar ini memang lebih banyak jadi pengontrol perilaku sehari-hari.
Jika anak suka membantah saat dinasihati, ada baiknya orangtua mengintrospeksi pola komunikasi dengan anak yang selama ini diterapkan. Anak yang suka membantah bukan karakter dasar anak. Kondisi itu tercipta dari perlakuan yang diberikan orang dewasa terhadapnya. Perlakuan yang kerap mengabaikan, menghakimi, menyalahkan anak, dan lainnya inilah yang memicu anak jadi pembantah. Sehingga, sebelum disalahkan, ia memilih membantah terlebih dulu.
Bila orangtua menganggap tak punya masalah dengan perilaku itu, bisa jadi hal ini dilakukan orang dewasa lain yang ikut andil dalam pengasuhan anak. Cari tahu dan beritahu orang lain di rumah yang ikut berinteraksi dengan anak tentang cara menasehati si kecil dengan baik.
Yang penting, beri contoh baik kepada anak dengan perilaku terpuji sehari-hari. Sesekali ajak anak bersedekah, membantu orang kurang mampu, memperhatikan anak yang nasibnya kurang beruntung. Ini akan memperkaya jiwa empati dan membuat anak punya rasa toleransi lebih besar kepada sesamanya.
10 Cara Mengasah Talenta Anak
Membimbing Si Kecil memang gampang-gampang susah. Bila anak rewel, tentu akan membuat kening Anda berkerut, bukan? Asah talenta sebagai orangtua, dan jangan biarkan stres melanda!
1. Pentingnya Bercanda
Bagi sebagian orang, menjadi orangtua tampaknya mudah. Bermain bersama, merespons kebutuhan anak, mengerti perasaan anak, dan percaya kepada anak. Bagi sebagian lagi, diperlukan usaha lebih. Hal ini wajar saja, dan Anda pun pasti pernah mengalaminya. Anda bisa mengembangkan sifat-sifat lain untuk menjadi orangtua super seperti yang diinginkan.
2. Responsif & Kenali Kebutuhan Anak
Kunci dalam memberikan rasa aman pada anak-anak adalah dengan mengenali dan melengkapi kebutuhannya. Hal ini memang tak selalu mudah. Kebutuhan bayi sudah jelas: makan di saat mereka lapar, mengganti popoknya di saat basah, dan memeluknya di saat ia ingin berada di dekat Anda, dan perlihatkan dunia kepadanya di saat ia ingin tahu soal berbagai hal. Selanjutnya, kebutuhan anak yang lebih besar pasti akan lebih kompleks.
3. Temukan Keseimbangan Emosional
Tak mudah menemukan keseimbangan emosional pada saat Anda sedang diserang rasa marah, frustrasi, gelisah, atau tersinggung. Perasaan-perasaan ini mengganggu keseimbangan Anda, yang sebagai orangtua sudah cukup banyak menerima tantangan, dan harus dihadapi dengan tegar.
4. Mengerti & Empati
Di saat sedang mengamati perilaku Si Kecil lalu menduga kemungkinan perasaan yang ia rasakan, Anda akan berada di posisi yang lebih baik dalam mengembalikan segala hal pada jalurnya, soal bagaimana Anda dapat mengembangkan bakat dalam menyelami perasaan anak, mengerti dari mana asal perilakunya, dan melihat derita di balik masalahnya.
5. Refleksi Sikap Sebagai Orangtua
Untuk merefleksikan sikap sebagai orangtua sebaiknya Anda ‘flash back' atau berpikir mundur dan kembali pada keinginan awal, pada saat mulai menjadi orangtua. Dengan mengingat kembali tentang kehidupan seperti apa yang diinginkan akan dapat membantu Anda untuk menjadi orangtua yang lebih baik.
6. Resolusi: Memutuskan Ingin Jadi Orangtua Seperti Apa
Setiap orang pasti pernah mengalami rasa kehilangan, entah kehilangan orang tua, saudara, atau hilang kepekaan akan rasa aman karena dilecehkan atau ditolak semasa kecil. Anda mungkin tak kehilangan seseorang karena meninggal, tetapi kehilangan cinta dan perhatian dari orang yang dicintai pasti akan sangat sakit, depresi, dan stres. Semua jenis kehilangan bisa berdampak besar pada kemampuan Anda menjadi orangtua yang efektif.
7. Menerima Diri Sendiri & Berhenti Menyalahkan
Membiarkan mengkritik diri sendiri tak berarti mutu Anda sebagai orangtua menjadi hilang di depan anak. Tetapi melakukan segala hal yang itu-itu saja, tak akan membantu Anda dalam membimbing anak. Oleh karena itu, ubah pola asuh yang Anda terapkan! Temukan inoavsi baru yang sekaligus dapat memberi hiburan dan simpati di saat Anda sedang galau saat mengurus anak-anak dan rumah tangga.
8. Hubungan Baik
Pusatkan perhatian pada hubungan Anda dan pasangan agar lebih mudah dalam mendidik dan membimbing anak-anak bersama.
9. Jangan Ragu Minta Bantuan
Jarang ada orangtua mendapatkan dukungan yang cukup, baik secara praktis ataupun emosional, dalam kesenangan maupun keputusasaan. Bagaimana caranya agar Anda mudah mendapatkan dukungan ? Lalu, siapa yang mendengar dan memberikan perhatian pada Anda, setelah seharian membimbing dan memerhatikan anak-anak? Jangan ragu, mintalah dukungan dari pasangan hidup Anda !
10. Kepercayaan: Hindari Rasa Khawatir
Lawan dari rasa khawatir bisa jadi rasa percaya, percaya pada perkembangan zaman, percaya dengan kemampuan Anda sebagai orangtua, dan percaya kepada pasangan dan anak-anak. Nikmati hidup dan jalani sesuai dengan kemampuan, tanpa kehilangan masa-masa indah bersama keluarga.
1. Pentingnya Bercanda
Bagi sebagian orang, menjadi orangtua tampaknya mudah. Bermain bersama, merespons kebutuhan anak, mengerti perasaan anak, dan percaya kepada anak. Bagi sebagian lagi, diperlukan usaha lebih. Hal ini wajar saja, dan Anda pun pasti pernah mengalaminya. Anda bisa mengembangkan sifat-sifat lain untuk menjadi orangtua super seperti yang diinginkan.
2. Responsif & Kenali Kebutuhan Anak
Kunci dalam memberikan rasa aman pada anak-anak adalah dengan mengenali dan melengkapi kebutuhannya. Hal ini memang tak selalu mudah. Kebutuhan bayi sudah jelas: makan di saat mereka lapar, mengganti popoknya di saat basah, dan memeluknya di saat ia ingin berada di dekat Anda, dan perlihatkan dunia kepadanya di saat ia ingin tahu soal berbagai hal. Selanjutnya, kebutuhan anak yang lebih besar pasti akan lebih kompleks.
3. Temukan Keseimbangan Emosional
Tak mudah menemukan keseimbangan emosional pada saat Anda sedang diserang rasa marah, frustrasi, gelisah, atau tersinggung. Perasaan-perasaan ini mengganggu keseimbangan Anda, yang sebagai orangtua sudah cukup banyak menerima tantangan, dan harus dihadapi dengan tegar.
4. Mengerti & Empati
Di saat sedang mengamati perilaku Si Kecil lalu menduga kemungkinan perasaan yang ia rasakan, Anda akan berada di posisi yang lebih baik dalam mengembalikan segala hal pada jalurnya, soal bagaimana Anda dapat mengembangkan bakat dalam menyelami perasaan anak, mengerti dari mana asal perilakunya, dan melihat derita di balik masalahnya.
5. Refleksi Sikap Sebagai Orangtua
Untuk merefleksikan sikap sebagai orangtua sebaiknya Anda ‘flash back' atau berpikir mundur dan kembali pada keinginan awal, pada saat mulai menjadi orangtua. Dengan mengingat kembali tentang kehidupan seperti apa yang diinginkan akan dapat membantu Anda untuk menjadi orangtua yang lebih baik.
6. Resolusi: Memutuskan Ingin Jadi Orangtua Seperti Apa
Setiap orang pasti pernah mengalami rasa kehilangan, entah kehilangan orang tua, saudara, atau hilang kepekaan akan rasa aman karena dilecehkan atau ditolak semasa kecil. Anda mungkin tak kehilangan seseorang karena meninggal, tetapi kehilangan cinta dan perhatian dari orang yang dicintai pasti akan sangat sakit, depresi, dan stres. Semua jenis kehilangan bisa berdampak besar pada kemampuan Anda menjadi orangtua yang efektif.
7. Menerima Diri Sendiri & Berhenti Menyalahkan
Membiarkan mengkritik diri sendiri tak berarti mutu Anda sebagai orangtua menjadi hilang di depan anak. Tetapi melakukan segala hal yang itu-itu saja, tak akan membantu Anda dalam membimbing anak. Oleh karena itu, ubah pola asuh yang Anda terapkan! Temukan inoavsi baru yang sekaligus dapat memberi hiburan dan simpati di saat Anda sedang galau saat mengurus anak-anak dan rumah tangga.
8. Hubungan Baik
Pusatkan perhatian pada hubungan Anda dan pasangan agar lebih mudah dalam mendidik dan membimbing anak-anak bersama.
9. Jangan Ragu Minta Bantuan
Jarang ada orangtua mendapatkan dukungan yang cukup, baik secara praktis ataupun emosional, dalam kesenangan maupun keputusasaan. Bagaimana caranya agar Anda mudah mendapatkan dukungan ? Lalu, siapa yang mendengar dan memberikan perhatian pada Anda, setelah seharian membimbing dan memerhatikan anak-anak? Jangan ragu, mintalah dukungan dari pasangan hidup Anda !
10. Kepercayaan: Hindari Rasa Khawatir
Lawan dari rasa khawatir bisa jadi rasa percaya, percaya pada perkembangan zaman, percaya dengan kemampuan Anda sebagai orangtua, dan percaya kepada pasangan dan anak-anak. Nikmati hidup dan jalani sesuai dengan kemampuan, tanpa kehilangan masa-masa indah bersama keluarga.
Rabu, 11 Januari 2012
Asah Kecerdasan Naturalis
Setiap anak terlahir dengan bakat tertentu namun kondisi lingkungan yang buruk dapat menghambat pengembangan potensinya, terutama kecerdasan naturalis.
Setiap orangtua berkewajiban menghantarkan anak-anaknya mewujudkan bakat dan potensi yang dimiliki. Seorang anak disebut berbakat jika dia memiliki kemampuan dalam dirinya.
Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla Setiawan MPsi, mengemukakan, ciri anak berbakat di antaranya memiliki IQ lebih dari 130, EQ minimal 250, dan punya motivasi atau mampu mengikatkan diri terhadap tugas. Mereka juga senang bereksplorasi atau menjajaki suatu hal atau objek.
Bakat berkaitan dengan sistem kerja belahan otak kiri dan kanan. Otak kanan berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, intuisi. Sementara otak kiri mengacu pada kecerdasan seseorang. Salah satu dari sembilan aspek multi-kecerdasan (multiple intelligence) yang dikemukakan Dr Howard Gardner adalah kecerdasan naturalis alias kecerdasan alami, termasuk kepekaan terhadap alam.
Setiap anak memilikinya, walaupun kadarnya berbeda dan dipengaruhi faktor-faktor seperti minat dan karakter lingkungan sekitar. Misalnya, anak yang tinggal di pinggir pantai dengan mudah menebak jenis-jenis ikan, jenis bebatuan, atau menerka gejala alam.
Sementara itu, anak-anak yang sejak kecil berdiam di pegunungan biasanya pandai menebak arah angin, dan mengenali jenis tanaman.
Untuk mengasah kecerdasan naturalisnya, ajarkan anak berkreasi dengan bahan-bahan alam dan menikmati sistem kehidupan alam.
Permasalahan yang kini dihadapi, apakah lingkungan sekarang memungkinkan anak mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalisnya ? kondisi lingkungan yang makin buruk, seperti terjadinya pemanasan global (global warming), menunjukkan efek negatif bagi perkembangan fisik dan psikologis anak.
Ibu satu putri itu mencontohkan, seorang anak yang sebenarnya punya hobi berenang atau menyelam untuk mengoleksi batu-batu alam jadi takut terjun ke air karena khawatir airnya telah tercemar.
Bumi yang makin tidak "hijau" juga membuat anak tidak lagi mengenal keragaman flora dan fauna yang punah akibat naiknya suhu air laut.
Penelitian di bidang psikologi lingkungan menunjukkan, memanasnya suhu udara dapat memengaruhi kondisi emosi seseorang menjadi lebih mudah marah, cenderung agresif, dan merusak.
Masalah lain akibat ulah manusia adalah banjir dan kebakaran. Kondisi ini dapat membuat anak mengalami trauma karena kehilangan keluarga dan tempat tinggal. Ditambah keluhan fisik seperti luka, diare, dan leptospirosis akibat banjir, serta gangguan pernafasan. Anak jadi mudah terserang batuk, pilek, atau sakit saat menelan
Setiap orangtua berkewajiban menghantarkan anak-anaknya mewujudkan bakat dan potensi yang dimiliki. Seorang anak disebut berbakat jika dia memiliki kemampuan dalam dirinya.
Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla Setiawan MPsi, mengemukakan, ciri anak berbakat di antaranya memiliki IQ lebih dari 130, EQ minimal 250, dan punya motivasi atau mampu mengikatkan diri terhadap tugas. Mereka juga senang bereksplorasi atau menjajaki suatu hal atau objek.
Bakat berkaitan dengan sistem kerja belahan otak kiri dan kanan. Otak kanan berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, intuisi. Sementara otak kiri mengacu pada kecerdasan seseorang. Salah satu dari sembilan aspek multi-kecerdasan (multiple intelligence) yang dikemukakan Dr Howard Gardner adalah kecerdasan naturalis alias kecerdasan alami, termasuk kepekaan terhadap alam.
Setiap anak memilikinya, walaupun kadarnya berbeda dan dipengaruhi faktor-faktor seperti minat dan karakter lingkungan sekitar. Misalnya, anak yang tinggal di pinggir pantai dengan mudah menebak jenis-jenis ikan, jenis bebatuan, atau menerka gejala alam.
Sementara itu, anak-anak yang sejak kecil berdiam di pegunungan biasanya pandai menebak arah angin, dan mengenali jenis tanaman.
Untuk mengasah kecerdasan naturalisnya, ajarkan anak berkreasi dengan bahan-bahan alam dan menikmati sistem kehidupan alam.
Permasalahan yang kini dihadapi, apakah lingkungan sekarang memungkinkan anak mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalisnya ? kondisi lingkungan yang makin buruk, seperti terjadinya pemanasan global (global warming), menunjukkan efek negatif bagi perkembangan fisik dan psikologis anak.
Ibu satu putri itu mencontohkan, seorang anak yang sebenarnya punya hobi berenang atau menyelam untuk mengoleksi batu-batu alam jadi takut terjun ke air karena khawatir airnya telah tercemar.
Bumi yang makin tidak "hijau" juga membuat anak tidak lagi mengenal keragaman flora dan fauna yang punah akibat naiknya suhu air laut.
Penelitian di bidang psikologi lingkungan menunjukkan, memanasnya suhu udara dapat memengaruhi kondisi emosi seseorang menjadi lebih mudah marah, cenderung agresif, dan merusak.
Masalah lain akibat ulah manusia adalah banjir dan kebakaran. Kondisi ini dapat membuat anak mengalami trauma karena kehilangan keluarga dan tempat tinggal. Ditambah keluhan fisik seperti luka, diare, dan leptospirosis akibat banjir, serta gangguan pernafasan. Anak jadi mudah terserang batuk, pilek, atau sakit saat menelan
Agar Si Kecil Mau Mengonsumsi Sayuran
Kita tahu bahwa sayuran memberikan nilai gizi yang penting bagi kesehatan. Repotnya, anak-anak biasanya tidak menyukai sayuran. Tidak heran, setiap ibu harus punya banyak akal untuk menciptakan menu sayuran yang disukai anak. Orang tua jangan putus asa untuk mendorong kebiasaan makan sehat bagi anaknya, usahakan "menyusupkan" sayuran ke dalam menu makannya.
Contoh snack sehat yang bagus dibuat di rumah adalah smoothie bayam, di dalamnya ada pisang, sebongkah mangga, dan segenggam penuh bayam, sehingga warnanya hijau. Namun rasanya seperti mangga dan pisang, dan anak-anak sangat suka melihat warnanya. mereka tidak merasakan bayamnya sama sekali.
Kita menyadari bahwa orangtua yang sibuk umumnya cukup sulit untuk selalu makan dan menyiapkan menu yang sehat untuk seluruh keluarga. Banyak pula keluarga yang hidup dengan kemiskinan, sehingga nilai gizi tak lagi menjadi pertimbangan utama dalam memilih makanan. Beberapa dari kita mungkin memiliki lebih banyak waktu atau uang daripada yang lain, sehingga penting bila kita menyisihkan waktu beberapa menit untuk membantu anak-anak menyiapkan makanan mereka
Contoh snack sehat yang bagus dibuat di rumah adalah smoothie bayam, di dalamnya ada pisang, sebongkah mangga, dan segenggam penuh bayam, sehingga warnanya hijau. Namun rasanya seperti mangga dan pisang, dan anak-anak sangat suka melihat warnanya. mereka tidak merasakan bayamnya sama sekali.
Kita menyadari bahwa orangtua yang sibuk umumnya cukup sulit untuk selalu makan dan menyiapkan menu yang sehat untuk seluruh keluarga. Banyak pula keluarga yang hidup dengan kemiskinan, sehingga nilai gizi tak lagi menjadi pertimbangan utama dalam memilih makanan. Beberapa dari kita mungkin memiliki lebih banyak waktu atau uang daripada yang lain, sehingga penting bila kita menyisihkan waktu beberapa menit untuk membantu anak-anak menyiapkan makanan mereka
Agar Si Kecil Mudah Bangun Pagi
Salah satu rutinitas pagi hari yang cukup membuat Anda frustrasi adalah saat membangunkan si kecil. Saking sulitnya dibangunkan, si kecil sering terlambat masuk sekolah karenanya. Anda tak perlu langsung murka karenanya. Coba ingat-ingat lagi, apakah Anda atau suami Anda juga memiliki kesulitan tersebut waktu kecil ?
Namun, ada beberapa cara untuk membuat si kecil lebih mudah bangun di pagi hari.
1. Amati kebiasaan tidurnya
Bila si kecil sulit bangun pagi, kemungkinan ia juga butuh waktu lama untuk tertidur. Tanyakan pada si kecil, apa yang membuatnya susah tidur. Pastikan anak tidak minum minuman yang mengandung kafein pada sore hari.
2. Pastikan ia bisa tidur lelap
Jika anak tidak memiliki masalah untuk tidur, kemungkinan ia memang butuh waktu lebih banyak untuk tidur. Setiap orang berbeda; mungkin si kecil akan bangun lebih mudah pada pagi jika ia tidur satu atau dua jam lebih lama. Namun, membuat anak tidur lebih cepat juga merupakan tantangan besar untuk Anda!
3. Gunakan metode yang berbeda-beda untuk membangunkannya
Tidak semua anak merespons metode yang sama. Ada yang langsung terbangun ketika Anda menyalakan lampu di kamarnya. Ada yang hanya perlu disentuh sedikit sambil dipanggil namanya. Namun ada juga yang harus diguncang-guncang, bahkan didudukkan sambil sedikit diseret keluar. Cari cara terbaik dan cocok untuk si kecil.
4. Siapkan sarapan kesukaannya
Anda mungkin akan langsung terbangun bila mencium aroma kopi dan roti bakar berisi keju. Untuk si kecil, mungkin Anda bisa menyiapkan makanan kesukaannya yang menimbulkan aroma yang dahsyat. Entah itu nasi goreng dengan telur ceplok, atau roti dan sosis goreng. Biarkan pintu kamarnya terbuka agar ia bisa mencium aromanya.
5. Biasakan si kecil bangun sendiri
Membiasakannya bangun sendiri memang akan sulit, karena itu Anda perlu bersabar dalam mendorong anak melakukannya. Namun Anda harus melalui tahapan ini, karena jika tidak, anak akan kesulitan membangunkan dirinya sendiri hingga dewasa nanti. Dengan mengajak anak belajar bangun sendiri, secara tak langsung Anda juga mempersiapkannya menghadapi dunia nyata.
Namun, ada beberapa cara untuk membuat si kecil lebih mudah bangun di pagi hari.
1. Amati kebiasaan tidurnya
Bila si kecil sulit bangun pagi, kemungkinan ia juga butuh waktu lama untuk tertidur. Tanyakan pada si kecil, apa yang membuatnya susah tidur. Pastikan anak tidak minum minuman yang mengandung kafein pada sore hari.
2. Pastikan ia bisa tidur lelap
Jika anak tidak memiliki masalah untuk tidur, kemungkinan ia memang butuh waktu lebih banyak untuk tidur. Setiap orang berbeda; mungkin si kecil akan bangun lebih mudah pada pagi jika ia tidur satu atau dua jam lebih lama. Namun, membuat anak tidur lebih cepat juga merupakan tantangan besar untuk Anda!
3. Gunakan metode yang berbeda-beda untuk membangunkannya
Tidak semua anak merespons metode yang sama. Ada yang langsung terbangun ketika Anda menyalakan lampu di kamarnya. Ada yang hanya perlu disentuh sedikit sambil dipanggil namanya. Namun ada juga yang harus diguncang-guncang, bahkan didudukkan sambil sedikit diseret keluar. Cari cara terbaik dan cocok untuk si kecil.
4. Siapkan sarapan kesukaannya
Anda mungkin akan langsung terbangun bila mencium aroma kopi dan roti bakar berisi keju. Untuk si kecil, mungkin Anda bisa menyiapkan makanan kesukaannya yang menimbulkan aroma yang dahsyat. Entah itu nasi goreng dengan telur ceplok, atau roti dan sosis goreng. Biarkan pintu kamarnya terbuka agar ia bisa mencium aromanya.
5. Biasakan si kecil bangun sendiri
Membiasakannya bangun sendiri memang akan sulit, karena itu Anda perlu bersabar dalam mendorong anak melakukannya. Namun Anda harus melalui tahapan ini, karena jika tidak, anak akan kesulitan membangunkan dirinya sendiri hingga dewasa nanti. Dengan mengajak anak belajar bangun sendiri, secara tak langsung Anda juga mempersiapkannya menghadapi dunia nyata.
Senin, 09 Januari 2012
Agar Liburan Anak Makin Berkesan
Gua Maria Kerep Ambarawa
Candi Borobudur
Gunung Merapi
Bagi para orangtua, kesempatan berlibur dapat digunakan untuk mendekatkan diri dengan anak-anak. Selalu ada kenangan indah yang tersimpan di memori anak-anak setelah berlibur. Kenangan ini akan berpengaruh bagi masa depan mereka kata Dr Mel Borins, asisten profesor dari University of Toronto dan penulis buku Go Away Just for the Health of It.
Penelitiannya tentang hal ini sudah dimuat di Science Journal. Ia mengamati perubahan yang terjadi dalam hubungan keluarga para pekerja yang diberi perpanjangan waktu libur hingga 13 minggu. Hasilnya, responden mengaku bisa berkomunikasi dan berinteraksi lebih baik dengan pasangan maupun anak-anaknya. Sebanyak 25 persen malah menambahkan, mereka dapat bekerja dengan lebih efisien pascaliburan.
Liburan juga bisa menjadi saat yang tepat untuk mengenalkan anak-anak pada berbagai tempat menarik sambil memperluas wawasan mereka. Apalagi, mengingat selama ini "wisata" keluarga dilakukan sebatas ke mal atau menginap di vila.
Agar liburan keluarga berkesan dan bermanfaat, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan:
* Ajak anak-anak merencanakannya. Keterlibatan dalam perencanaan liburan membuat mereka lebih antusias pada saat perjalanan. Jika anak-anak masih kecil, kitalah yang harus merencanakan, kemudian baru memberikan gambarannya kepada mereka.
* Tetapkan tema tertentu untuk setiap masa liburan. Diskusikan pilihan tema liburan bersama anak-anak yang lebih besar, dan fokuskan pada manfaat yang bisa mereka dapatkan dari tempat-tempat wisata yang dikunjungi.
* Beri "pancingan" agar lebih semangat. Sebelum berangkat liburan, coba perlihatkan film, foto, atau klip tentang sisi menarik tempat yang akan dituju. Dijamin, anak-anak makin bersemangat.
* Ciptakan obrolan bermutu seputar objek yang dikunjungi. Apa gunanya membawa anak-anak ke objek wisata, sekadar melihat-lihat, lalu pulang. Lebih baik, luangkan sedikit waktu untuk membicarakan hasil kunjungan dan kesan apa yang mereka dapat dari sana. Orangtua pun perlu membekali diri dengan sedikit referensi sejarah atau legenda tempat yang dikunjungi. Kalau perlu, manfaatkan jasa pemandu wisata yang biasanya punya banyak informasi.
Agar Batita Disiplin, Pahami Cara Pikir Mereka
Anda pasti setuju, anak perlu diajarkan disiplin sejak dini. Namun, ternyata mengajarkan hal ini kepada anak berusia di bawah tiga tahun (batita) tidaklah mudah. Di satu pihak, orangtua ingin mengajarkan mereka untuk mengikuti aturan yang sudah dibuat demi kebaikan mereka. Di lain pihak, anak-anak pada usia ini sudah menjadi lebih mandiri dan mulai merasa diri mereka sebagai individu. Tetapi, mereka juga masih belum dapat menyampaikan keinginan dan memiliki nalar yang baik.
Para batita sudah paham bahwa segala yang mereka lakukan akan memberi hasil. Mereka merasa punya kekuatan untuk melakukan sesuatu kata Claire Lerner, ahli perkembangan anak dan direktur organisasi yang bergerak di bidang parenting, Zero to Three. Mereka tidak mau diperlakukan seperti bayi lagi. Masalahnya, kendali diri mereka masih sangat rendah dan kemampuan rasionalnya juga belum sempurna. Ini yang membuat para orangtua jadi jengkel.
Agar para orangtua dapat mengajarkan batitanya disiplin, disarankan untuk terlebih dulu memahami jalan pikiran dan perasaan mereka. Para orangtua harus ingat bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Mereka mungkin masih belum dapat memahami apa yang Anda katakan maupun perintah yang Anda sampaikan. Untuk itu Anda perlu menyatakan bahwa Anda tahu apa yang mereka rasakan. Katakan bahwa Anda tahu dia tidak suka apabila diajak mandi di saat sedang menonton, atau marah jika harus berhenti main dan pergi tidur siang. Setelahnya, sertai dengan memberinya pengertian, mengapa hal itu perlu dilakukan.
Orangtua harus menentukan batasan bagi anak. Namun, lakukanlah dengan cara yang baik, sehingga memperlihatkan bahwa Anda menghargai anak. Dengan begitu, anak juga bisa belajar menghadapi rasa frustrasi atau kesal, dan juga mematuhi peraturan.
Selain itu, Anda juga bisa memberikan pilihan pada anak, untuk menunjukkan rasa respek Anda terhadapnya dan bahwa Anda memahami perasaannya. Misalnya, dengan bertanya pada anak apakah dia mau membawa buku favoritnya atau snack saat akan pergi naik mobil. Ini akan membuat anak berpikir, mereka masih bisa punya kendali atas dirinya sendiri, meskipun Anda juga tetap memegang kendali utama.
Para batita sudah paham bahwa segala yang mereka lakukan akan memberi hasil. Mereka merasa punya kekuatan untuk melakukan sesuatu kata Claire Lerner, ahli perkembangan anak dan direktur organisasi yang bergerak di bidang parenting, Zero to Three. Mereka tidak mau diperlakukan seperti bayi lagi. Masalahnya, kendali diri mereka masih sangat rendah dan kemampuan rasionalnya juga belum sempurna. Ini yang membuat para orangtua jadi jengkel.
Agar para orangtua dapat mengajarkan batitanya disiplin, disarankan untuk terlebih dulu memahami jalan pikiran dan perasaan mereka. Para orangtua harus ingat bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Mereka mungkin masih belum dapat memahami apa yang Anda katakan maupun perintah yang Anda sampaikan. Untuk itu Anda perlu menyatakan bahwa Anda tahu apa yang mereka rasakan. Katakan bahwa Anda tahu dia tidak suka apabila diajak mandi di saat sedang menonton, atau marah jika harus berhenti main dan pergi tidur siang. Setelahnya, sertai dengan memberinya pengertian, mengapa hal itu perlu dilakukan.
Orangtua harus menentukan batasan bagi anak. Namun, lakukanlah dengan cara yang baik, sehingga memperlihatkan bahwa Anda menghargai anak. Dengan begitu, anak juga bisa belajar menghadapi rasa frustrasi atau kesal, dan juga mematuhi peraturan.
Selain itu, Anda juga bisa memberikan pilihan pada anak, untuk menunjukkan rasa respek Anda terhadapnya dan bahwa Anda memahami perasaannya. Misalnya, dengan bertanya pada anak apakah dia mau membawa buku favoritnya atau snack saat akan pergi naik mobil. Ini akan membuat anak berpikir, mereka masih bisa punya kendali atas dirinya sendiri, meskipun Anda juga tetap memegang kendali utama.
Agar Anak Tak Takut Tidur Sendiri
Ketika anak Anda masih bayi, mungkin Anda tak akan mengalami kesulitan untuk tidur karena rasa takut gelap di malam hari. Hal ini disebabkan karena Anda selalu menjaganya disetiap malam, sehingga mereka tidak akan merasa takut saat siang atau malam hari.
Namun, ketika anak-anak mulai beranjak balita, pasti akan ada saatnya untuk mengajarkan mereka untuk berani tidur di kamarnya sendiri. Ketika tiba waktunya untuk tidur sendiri, balita cenderung akan mengalami kesulitan untuk tidur sendiri di malam hari. Tak jarang waktu tidur malam menjadi sangat menakutkan untuk mereka.
Gelapnya malam ini berubah menjadi sangat menakutkan bagi balita berusia empat tahun. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan daya kognitif pada otak dan juga tingkat imajinasi yang tinggi kata Jonathan Kushnir, PhD, seorang ilmuwan dari Tel Aviv University.
Ketakutan ini harus segera dihilangkan agar anak-anak menjadi mandiri dan menghindari kecemasan akan gelap yang berimbas pada terganggunya tidur malam.
Jangan terlalu sering untuk menemani anak Anda dan menjaganya sampai tertidur, karena hal ini justru akan membuat mereka mengandalkan Anda dan akhirnya tidak bisa mandiri. Balita yang mengandalkan orang tua untuk menjaganya sampai tertidur di malam hari, akan membuat mereka sering terbangun di malam hari dan semakin ketakutan pada gelap sampai mereka dewasa.
Benda teman tidur
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi ketakutan anak agar mereka bisa tidur sendiri dan nyenyak di malam hari. Salah satu caranya adalah dengan memilih lampu tidur yang cantik, dan disukai anak sehingga menghadirkan rasa nyaman untuk anak-anak. Selain itu, tak ada salahnya untuk menyediakan sebuah boneka lucu di atas tempat tidurnya.
Dari percobaan yang dilakukan, tiga dari empat anak yang diberikan berbagai item kenyamanan yang ada di dalam kamarnya seperti boneka, atau lampu tidur yang cantik, bisa mengurangi ketakutan saat tidur malam, dan justru dapat meningkatkan kualitas tidur setelah satu bulan kata Kushnir dalam European Journal of Pediatrics.
Sugesti
Untuk menghilangkan ketakutan anak saat tidur malam, berikan anak Anda mainan baru seperti boneka. Lalu katakan padanya bahwa ia harus melindungi boneka tersebut dari gelap malam agar mereka bisa tidur nyenyak. Hal ini akan membuat anak Anda bisa merasa lebih hebat sehingga harus melindungi bonekanya tersebut.
Cara lainnya adalah dengan mengatakan padanya bahwa boneka yang tidur bersamanya itu bertugas untuk menjaga mereka agar tetap aman dan nyaman. Ucapan ini akan membuat anak Anda bisa tidur lebih nyenyak karena mereka merasa aman dan terlindungi.
Namun, ketika anak-anak mulai beranjak balita, pasti akan ada saatnya untuk mengajarkan mereka untuk berani tidur di kamarnya sendiri. Ketika tiba waktunya untuk tidur sendiri, balita cenderung akan mengalami kesulitan untuk tidur sendiri di malam hari. Tak jarang waktu tidur malam menjadi sangat menakutkan untuk mereka.
Gelapnya malam ini berubah menjadi sangat menakutkan bagi balita berusia empat tahun. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan daya kognitif pada otak dan juga tingkat imajinasi yang tinggi kata Jonathan Kushnir, PhD, seorang ilmuwan dari Tel Aviv University.
Ketakutan ini harus segera dihilangkan agar anak-anak menjadi mandiri dan menghindari kecemasan akan gelap yang berimbas pada terganggunya tidur malam.
Jangan terlalu sering untuk menemani anak Anda dan menjaganya sampai tertidur, karena hal ini justru akan membuat mereka mengandalkan Anda dan akhirnya tidak bisa mandiri. Balita yang mengandalkan orang tua untuk menjaganya sampai tertidur di malam hari, akan membuat mereka sering terbangun di malam hari dan semakin ketakutan pada gelap sampai mereka dewasa.
Benda teman tidur
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi ketakutan anak agar mereka bisa tidur sendiri dan nyenyak di malam hari. Salah satu caranya adalah dengan memilih lampu tidur yang cantik, dan disukai anak sehingga menghadirkan rasa nyaman untuk anak-anak. Selain itu, tak ada salahnya untuk menyediakan sebuah boneka lucu di atas tempat tidurnya.
Dari percobaan yang dilakukan, tiga dari empat anak yang diberikan berbagai item kenyamanan yang ada di dalam kamarnya seperti boneka, atau lampu tidur yang cantik, bisa mengurangi ketakutan saat tidur malam, dan justru dapat meningkatkan kualitas tidur setelah satu bulan kata Kushnir dalam European Journal of Pediatrics.
Sugesti
Untuk menghilangkan ketakutan anak saat tidur malam, berikan anak Anda mainan baru seperti boneka. Lalu katakan padanya bahwa ia harus melindungi boneka tersebut dari gelap malam agar mereka bisa tidur nyenyak. Hal ini akan membuat anak Anda bisa merasa lebih hebat sehingga harus melindungi bonekanya tersebut.
Cara lainnya adalah dengan mengatakan padanya bahwa boneka yang tidur bersamanya itu bertugas untuk menjaga mereka agar tetap aman dan nyaman. Ucapan ini akan membuat anak Anda bisa tidur lebih nyenyak karena mereka merasa aman dan terlindungi.
5 Cara Membangun Kedekatan dengan Anak
Merayakan ulang tahun Indira
Bercanda dgn Indira
Setiap orangtua perlu menyadari seberapa dekat dirinya dengan anak-anaknya. Artinya, orangtua perlu berupaya untuk merespons kebutuhan emosional anak, sehingga anak pada akhirnya merasa dimengerti dan dihargai. Setiap anak memiliki kebutuhan akan afeksi dan perhatian yang berbeda, tergantung kepribadian dan temperamennya. Karenanya, cara setiap orangtua dalam mendekatkan diri kepada anak bisa berbeda, antara keluarga satu dengan keluarga lainnya.
Inilah tantangan yang dihadapi orangtua modern. Pasalnya, banyak orangtua bekerja yang disibukkan dan dibuat stres dengan tuntutan pekerjaan dan karier. Belum lagi kekhawatiran orangtua mengenai kondisi keuangan yang memberikan tekanan tersendiri bagi keluarga. Bagaimanapun kondisinya, adalah tugas orangtua untuk tetap membangun kedekatan dengan anak-anaknya. menciptakan hubungan emosi positif yang bermanfaat dan berdampak besar bagi anak.
Berikut lima prinsip sederhana yang perlu diaplikasikan orangtua agar memiliki hubungan akrab dengan anak:
1. Menerima temperamen anak.
Setiap anak tumbuh dengan temperamen yang unik, hasil dari pengasuhan dan didikan sejak belia bahkan sejak lahir. Temperamen anak umumnya terbagi empat kategori, easygoing, suka tantangan, tenang, campuran dari beberapa temperamen.
Tugas penting orangtua adalah menyesuaikan diri dengan kepribadian anak. Tantangan semakin besar ketika orangtua memiliki temperamen yang bertolak belakang dengan anak. Sebagai orang dewasa, menerima temperamen anak akan membantu anak dan menimbulkan rasa aman dan percaya. Dampaknya, anak merasa nyaman dengan dirinya, identitasnya.
2. Investasi waktu.
Banyak orangtua yang mengkotak-kotakkan antara kuantitas dan kualitas waktu. Anggapan saya memang tak banyak meluangkan waktu namun ketika ada waktu saya selalu bersenang-senang dengan anak. Untuk mempunyai kualitas waktu dengan anak, orangtua perlu meluangkan sebanyak mungkin waktu bersama anak-anaknya. Kebersamaan yang lebih sering dengan anak, menjadi momen untuk membangun kepercayaan, saling memelajari bahasa cinta masing-masing antara orangtua-anak, selain juga memahami sepenuhnya karakter anak.
Momen berkualitas bersama anak tercipta dari aktivitas sederhana namun sering. Mulai saja dengan selalu berbicara dengan anak mengenai aktivitasnya seharian. Lakukan percakapan sesering mungkin. Membacakan cerita atau buku, kepada anak-anak juga bisa menjadi pilihan.
Anak-anak membutuhkan keduanya, kuantitas dan kualitas waktu menurut Janie Lacy, konsultan kesehatan mental bersertifikat dari Orlando.
3. Berikan sentuhan.
Sentuhan, sekecil apapun, memberi dampak besar bagi anak. Bahkan sekadar memberikan "tos" atau melakukan permainan adu panco. Apalagi memberikan kecupan saat anak mulai tertidur pulas di malam hari. Jangan sepelekan sentuhan-sentuhan kecil ini.
Sentuhan dari orangtua, merupakan pembelajaran bagi anak, bahwa ia merasa aman dan disayangi orangtuanya. Meski begitu, sekali lagi, orangtua perlu memahami kepribadian anak. Boleh jadi ada anak yang tak suka dikecup di depan teman-temannya. Ia hanya suka dipeluk saat berduaan saja dengan ayah atau ibunya misalnya. Mengenali kebutuhan dan kepribadian anak akan membantu orangtua dalam memberikan bentuk sentuhan yang tepat pada waktu yang tepat.
4. Mengajarkan anak nilai dan life skill.
Jangan asal berkata "Sudah, lupakan saja" atau "Kamu seharusnya nggak perlu merasa seperti itu," saat anak sedang mengalami masalah atau bermasalah dengan emosi negatifnya. Cara seperti ini takkan efektif, dan terekam dalam otak anak yang akhirnya berpengaruh pada kepribadiannya saat dewasa.
Saat anak memiliki emosi negatif, ajarkan mereka untuk mengatasinya bukan mengabaikannya. Ajak anak mengatasi perasaan dan mencari solusi untuk mengubah emosi negatif menjadi lebih positif. Dengan begitu, anak-anak akan mampu mengelola emosinya lebih baik.
Selalu katakan pada anak, bahwa Anda bersedia menjadi tempat berbagi. Anak selalu memerhatikan dan belajar dari setiap perilaku orang terdekatnya. Jadi jika ingin anak selalu berbagi dan mampu mengelola emosi, Ayah ibunya juga harus mampu menjadi contoh baiknya.
5. Menjadi contoh tangguh.
Anda adalah contoh bagi anak-anak. Bagaimana Anda mengelola stres, menghadapi masalah keluarga, bertahan dan menjaga keharmonisan rumah tangga di saat sulit sekalipun, inilah yang dipelajari anak dari ayah dan ibunya. Jika Anda dan pasangan membuktikan bahwa dalam kesulitan apapun, kondisi rumah tangga dan keluarga selalu kuat dan harmonis, dengan selalu berpikir dan bertindak positif, anak akan merasa aman dan nyaman.
Inilah sejumlah hal yang dapat membangun kedekatan orangtua-anak. Kesabaran, kegigihan, kesadaran dari orangtua menjadi kunci suksesnya. Pasangan suami-istri, akan menikmati hidupnya lebih baik, dengan kedekatan dan keakraban bersama anak-anaknya.
Menyaksikan anak bertumbuh dan berkembang hingga dewasa dengan cara positif, bukankah menjadi sumber kebahagiaan dan kesuksesan yang seutuhnya bagi orangtua ?
4 Cara Efektif Menegur Anak
Setiap hari, hidup Anda tidak jauh dari meminta anak mematikan televisi, membereskan mainan, hingga menyuruhnya mandi. Dan permintaan ini seringnya tidak hanya diucapkan sekali, melainkan harus berkali-kali. Tak heran juga bila Anda juga kerap harus setengah menjerit agar anak mau mendengar dan melakukan apa yang diminta.
Faktanya: Ketika Anda berteriak, "Ayo dong, kamu dengar ibu, tidak ?", sebenarnya anak Anda mungkin memang tidak mendengar. Bukan karena suara Anda kurang keras, tetapi karena cara menegur kita kurang efektif. Hasilnya sama saja dengan ketika Anda mengomel panjang-pendek kepada pasangan atau customer service di mal -hanya diiyakan tapi tidak dilakukan.
Jadi, bagaimana supaya Anda tidak perlu "tarik urat" setiap kali meminta anak melakukan sesuatu ? Coba terapkan 4 tips ini:
1. Jangan bersaing dengan layar televisi, video games, dan suara musik. Percuma saja Anda bicara ketika mereka sedang fokus ke arah lain, karena mereka tidak akan mendengarkan. Matikan televisi dan musik, atau minta anak meletakkan game-nya sebentar, barulah bicara dengannya.
2. Minta dia menatap Anda. Anak-anak akan merasa Anda serius kalau mereka diminta melihat ke arah Anda. Jadi, ketika sekali Anda bicara dan dia tidak dengar, katakan padanya, "Coba kamu lihat ke sini. Ibu lagi ngomong, nih." Setelah matanya menatap Anda, barulah ulangi permintaan Anda.
3. Jangan menjerit. Di satu sisi, menjerit dapat memuaskan rasa jengkel Anda karena tidak diperhatikan. Namun, di lain pihak, jeritan Anda dianggap anak sebagai tanda bahwa Anda marah. Dia tidak akan memahami lagi bahwa yang Anda inginkan adalah dia membereskan mainannya. Tidak heran kalau bukannya beranjak, dia malah akan duduk manis tapi tidak melakukan apa yang Anda minta. Utarakan keinginan Anda dengan suara yang tenang dan tegas, maka pesan Anda akan segera diterima dengan baik.
4. Kalimat retoris tidak akan mempan. Mungkin saja anak tidak akan menanggapi saat Anda mengomel, "Berapa kali, sih, Ibu harus beritahu kamu supaya menaruh baju kotor di keranjang ?" Tapi pesan ini tidak akan sampai ke benaknya dan ia akan tetap meninggalkan baju kotornya di kamar. Jadi, daripada buang waktu dan tenaga dengan kalimat-kalimat retoris seperti ini, lebih baik katakan langsung apa yang Anda inginkan, "Taruh baju kotormu di keranjang. Sekarang."
Faktanya: Ketika Anda berteriak, "Ayo dong, kamu dengar ibu, tidak ?", sebenarnya anak Anda mungkin memang tidak mendengar. Bukan karena suara Anda kurang keras, tetapi karena cara menegur kita kurang efektif. Hasilnya sama saja dengan ketika Anda mengomel panjang-pendek kepada pasangan atau customer service di mal -hanya diiyakan tapi tidak dilakukan.
Jadi, bagaimana supaya Anda tidak perlu "tarik urat" setiap kali meminta anak melakukan sesuatu ? Coba terapkan 4 tips ini:
1. Jangan bersaing dengan layar televisi, video games, dan suara musik. Percuma saja Anda bicara ketika mereka sedang fokus ke arah lain, karena mereka tidak akan mendengarkan. Matikan televisi dan musik, atau minta anak meletakkan game-nya sebentar, barulah bicara dengannya.
2. Minta dia menatap Anda. Anak-anak akan merasa Anda serius kalau mereka diminta melihat ke arah Anda. Jadi, ketika sekali Anda bicara dan dia tidak dengar, katakan padanya, "Coba kamu lihat ke sini. Ibu lagi ngomong, nih." Setelah matanya menatap Anda, barulah ulangi permintaan Anda.
3. Jangan menjerit. Di satu sisi, menjerit dapat memuaskan rasa jengkel Anda karena tidak diperhatikan. Namun, di lain pihak, jeritan Anda dianggap anak sebagai tanda bahwa Anda marah. Dia tidak akan memahami lagi bahwa yang Anda inginkan adalah dia membereskan mainannya. Tidak heran kalau bukannya beranjak, dia malah akan duduk manis tapi tidak melakukan apa yang Anda minta. Utarakan keinginan Anda dengan suara yang tenang dan tegas, maka pesan Anda akan segera diterima dengan baik.
4. Kalimat retoris tidak akan mempan. Mungkin saja anak tidak akan menanggapi saat Anda mengomel, "Berapa kali, sih, Ibu harus beritahu kamu supaya menaruh baju kotor di keranjang ?" Tapi pesan ini tidak akan sampai ke benaknya dan ia akan tetap meninggalkan baju kotornya di kamar. Jadi, daripada buang waktu dan tenaga dengan kalimat-kalimat retoris seperti ini, lebih baik katakan langsung apa yang Anda inginkan, "Taruh baju kotormu di keranjang. Sekarang."
Minggu, 01 Januari 2012
Floor Time 30 Menit Bersama Anak
Floor time adalah sebuah konsep yang diperuntukkan untuk menjalin interaksi antara orangtua dengan anak secara efektif dan berkualitas. Waktu untuk aktifitas yang dibutuhkan berkisar antara 20 sampai 30 menit. Dengan cara ini, diharapkan terciptanya kedekatan emosi dan merangsang pertumbuhan anak.
Konsep floor time ini menekankan bahwa anak adalah subjek. Sehingga dalam penerapannya, disarankan kepada orangtua agar selalu berorientasi pada minat dan opini anak. Peran orangtua adalah untuk memotivasi, mengarahkan dan mencegah jika tindakannya mengarah pada hal-hal yang berbahaya.
Membuka dan menutup jalur komunikasi. Jika anak anda menggerakkan mobil mainannya dan kemudian anda mengikutinya atau berkata "kemana kita akan pergi?" atau "Bolehkah bonekaku menumpang dimobilmu?" maka anda telah membuka jalur komunikasi dengannya.
Jika ia memberi respon melalui isyara atau ucapan dengan mengatakan, Kita akan pulang ke rumah, maka ia telah menutup jalur komunikasi itu. Anda juga disarankan untuk membagi informasi-informasi baru yang belum diketahuinya. Misalnya, anda bisa beritahu tentang kenapa jumlah ban mobilnya ada empat dan berbentuk bulat.
Ciptakan suasana lingkungan permainan yang sesuai. Bentuk minat alami anak perlu didukung dengan lingkungan yang sesuai. Misalnya, jika anak anda berminat untuk bermain mobil-mobilan, anda sebaiknya menyediakan mainan mobil, tempat yang cukup lapang, boneka kecil sebagai penumpangnya, dll.
Jadilah sebagai penyambung dari mainan. Misalnya anda bisa berperan dan berbicara sebagai boneka penumpang mobil yang dimainkannya. Anggap saja mainan itu sebagai media interaksi dengan anak anda.
Interaksi bersifat kreatif dan spontan. Beberapa anak cenderung lebih baik dengan jenis mainan tertentu. Sementara yang lain lebih memilih berinteraksi langsung dengan anda. Apapun pilihan dan minat anak, bangunlah suasana yang membuat anak mampu mengeksplorasi beberapa situasi dan perasaan nyata secara imajinatif yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan alur komunikasi. Saat anda berpartisipasi dengan anak, cobalah untuk mengembangkan daya imajinasi anak sekaligus mengenalkan informasi padanya. Untuk itu anda terlebih dahulu mengenal dan memperhatikan aktifitas anak. Misalnya ketika anak anda membuat kegaduhan dengan memukul-mukulkan palu mainan, anda bisa memberi komentar "Wahh hebat sekali anak bunda, kamu seperti drumer", kemudian anda bisa kembangkan aktifitas tersebut dengan irama dan nyanyian yang sesuai. Jika anda menunjukkan minat terhadap apa yang sedang dimainkannya, anak akan merasa dihargai dan merasa mendapatkan dukungan dan kasih sayang.
Gaya permainan yang obstruktif. Terkadang anda akan menemukan bahwa anda telah berhasil mengembangkan permainan atau percakapan dengan anak melalui interaksi dalam sebuah gaya permainan yang obstruktif. Misalnya, jika ia menghindari anda selama permainan. Carilah cara agar anda mendapatkan tempat dalam permainannya. Misalnya ketika ia sedang bermain mobil-mobilan dan ia tidak ingin anda terlibat, cobalah jadikan perut anda sebagai jalanannya atau membuat terowongan dengan tangan anda.
Pada prinsipnya anda dituntut untuk aktif dan mengikuti dan mengembangkan permainan yang diminati anak. Oke..Selamat bermain dan bersenang-senang bersama anak
Langganan:
Postingan (Atom)